Selasa, 24 Juli 2012

Kesesatan Konsep Hermeneutika (Bagian 1 dari 4 bagian) (AL MUJAHIDAH)



Kesesatan Konsep Hermeneutika (Bagian 1 dari 4 bagian)

KESESATAN KONSEP HERMENEUTIKA
Penodaan Metode Tafsir Salafusholeh oleh Kaum Liberal
Penyusun: Abu Mujahidah al-Ghifari, Lc.



BAB I: MUQODIMAH
Di antara bukti kasih rahmat Alloh ta'ala terhadap manusia, Dia tidak saja menganugerahkan fitrah yang suci yang dapat membimbingnya kepada kebaikan, bahkan dari  zaman ke zaman mengutus seorang Rosul yang membawa kitab sebagai pedoman hidup dari Alloh ta'ala, menyeru dan mengajak agar beribadah hanya kepada Alloh ta'ala. Menyampaikan kabar gembira dan memberi peringatan. Dan al-Qur’an adalah kitabulloh yang Alloh turunkan kepada Muhammad melalui perantara malaikat jibril alaihisalam sebagai petunjuk bagi manusia dalam menjalani amanah hidupnya.

Memahami al-Qur’an dengan baik dan benar merupakan kunci keselamatan seorang hamba dalam memahami dan mengamalkan Islam. Al-Qur’an tidak bisa dipahami dengan hanya mengandalkan akal manusia belaka karena al-Qur’an kitab wahyu. Metode yang telah diajarkan oleh generasi terbaik ummat ini dalam menafsirkan al-Qur’an adalah dengan metode Tafsir bil Matsur. Metode Tafsir bil Matsur merupakan konsep ilmu tafsir yang banyak ditempuh oleh orang-orang yang dimuliakan Alloh azza wajalla. Metode ini sebaik-baik konsep ilmu tafsir, yaitu: menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, menafsirkan al-Qur’an dengan as-Sunnah, menafsirkan al-Qur’an dengan perkataan shohabat Rosul, dan menafsirkan al-Qur’an dengan perkataan tabi’in menurut mayoritas pendapat ulama. Adapun menafsirkan al-Qur’an berdasarkan akal (pendapat) belaka tanpa didasari ilmu yang benar maka ini hukumnya haram berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Imam Muhammad bin Jarir rohimahulloh dari jalur Ibnu Abbas rodhiallohu anhu bahwa Rosululloh sholallohu alaihi wasalam bersabda:“ Barangsiapa yang mengatakan tentang al-Qur’an dengan pendapatnya atau dengan yang tidak ia ketahui maka tempat baginya adalah Neraka.” (HR. Tirmidzi, an-Nas’i dan Abu Dawud), sedangkan menafsirkan al-Qur’an dengan pendapat yang berdasarkan Ilmu dan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu tafsir maka ini diperbolehkan, konsep ilmu tafsir ini dikenal dengan istilah Tafsir bil Ro’yi al-Mahmud.
Kaum liberal yang senantiasa mengusung gagasan Orientalis tidak henti-hentinya melakukan tindakan yang menghancurkan keimanan dan merusak generasi Islam. Diantara gagasan mereka adalah mengusung Hermeneutika untuk menafsirkan al-Qur’an, padahal metode ini digunakan untuk teks-teks karya manusia. Metode ini bukanlah ilmu tafsir yang benar dan bahkan jauh dari kebenaran. Penggunaan metode Hermeneutika untuk al-Qur’an jelas-jelas menyelisihi jejak orang-orang mulia dalam memahami dan mengamalkan Islam. Metode Hermeneutika telah mengacaukan dan merusak pemahaman Islam yang benar. Namun sangat di sayangkan Hermeneutika kini telah menjadi begitu populer di Indonesia dan diajukan oleh berbagai pihak sebagai alternatif pengganti metode tafsir. Oleh karena itu makalah ini mencoba menjawab syubhat kaum Liberal yang mengusung Hermeneutika dalam menafsirkan al-Qur’an dan menguraikan tentang kerancuan Hermeneutika sebagai metode ilmu tafsir al-Qur’an.

BAB II: AL-QUR’AN KALAMULLOH YANG SUCI
Dalam aqidah Islam al-Qur’an adalah kitabulloh yang suci. Makna dan huruf al-Qur’an bersumber dari Alloh azza wa jalla. Dia Alloh ta’ala menurunkan al-Qur’an kepada Rosululloh sholallohu alaihi wasalam melalui perantara malaikat Jibril alaihisalam dan menjadikannya sebagai mu’jizat Rosululloh sholallohu alaihi wasalam.[1]. Mengimani al-Qur’an dengan segala isi kandungannya merupakan kewajiban dan bukti keimanan. Adapun mengingkari al-Qur’an walaupun hanya satu ayat berarti telah menggugurkan keimanan.
Al-Qur’an merupakan sumber hukum yang mutlak benar dalam memahami kesempurnaan Islam. Alloh menjadikan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi hamba-hamba-Nya dalam menjalani amanah hidup di dunia ini. Kitabulloh al-Qur’an ini merupakan nasakh (penghapus) kitab-kitab sebelumnya yang Alloh turunkan.
al-Qur’an merupakan sumber hukum dalam memahami Islam sudah absolut dan tidak bisa disangkal lagi. Adapun dalil-dalil yang menguatkan pernyatan ini sebagai berikut:

1.             al-Qur’an adalah petunjuk.
Alloh ta’ala berfirman:
ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
Artinya: “Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqoroh 1-3)
Alloh ta’ala berfirman:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
Artinya: “Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Nahl: 89)
Umar rodhiallohu anhu berkata: Dan inilah kitab (al-Qur’an) yang mana Alloh ta’ala telah memberi petunjuk Rosul kalian maka ambilah niscaya kalian akan diberi petunjuk karena sesungguhnya hanya dengannya Alloh memberi petunjuk Rosul-Nya. (HR. al-Bukhori No. 7269 dari Anas bin Malik rodhiallohu anhu)

2.             Alloh ta’ala telah memerintahkan hamba-Nya untuk mengikuti al-Qur’an dan berpegang teguh terhadapnya.
Alloh ta’ala berfirman:
وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya: “Dan Al Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” (QS. Al-An’am: 155).
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS. Alu imron: 103) Telah dikeluarkan oleh Saied bin Mansur, Ibnu Abi Syaibah, Ibnu jarir, ibnu al-mundzir dan as-Syuyuti mengatakan bahwa sanadnya shohih dari Ibnu mas’ud rodhiallohu anhu tentang firman Alloh “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah” ia berkata, “Tali agama Alloh adalah al-Qur’an.”
Dari Abu Hurairoh dan dari Zaid bin Kholid berkata. “kami pernah bersama Nabi sholallohu alaihi wassalam dan beliau bersabda, “Saya benar-benar akan memutuskan perkara kalian berdua dengan kitabulloh.” (HR. al-Bukhori No.7278).
Imam as-Syafii rohimahulloh berkata, “Bagaimanapun keadaannya maka tidaklah ada sebuah perkataan melainkan harus dengan kitabulloh dan sunnah Rosul-Nya sholallohu alaihi wassalam dan adapun selain keduanya hanyalah pengikut terhadapnya.[2]

3.    Al-Qur’an adalah hujjah bagi makhluk Alloh dan Dia telah berjanji menjaga kemurnian al-Qur’an.
Alloh ta’ala berfirman:
تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا
Artinya: “Maha Suci Alloh yang telah menurunkan al-furqon agar menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” (QS. Al-Furqon: 1)
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.” (QS. An-nahl: 44)
Imam as-Syafii rohimahulloh berkata, ”Andai kata Alloh tidak menurunkan hujah-Nya kepada makhluk-makhluk-Nya kecuali surat ini (al-‘Asr) niscaya sudah cukup bagi mereka.” Maka perkataan ini menunjukkan bahwa al-Qur’an memang hujah. Beliau juga mengatakan dalam kitabnya ar-Risalah, “Karena Alloh jalla sa’nuhu sudah menurunkan hujjah terhadap makhluk-Nya dari dua sumber asas, yaitu: Kitab-Nya dan sunnah Nabi-Nya.” [3]
Imam Ibnu al-Qoyim rohimahuloh berkata, “Sesungguhnya Alloh subhanahu wa ta’ala sudah menegakkan hujjah terhadap makhluk-Nya denagn kitab dan sunnah Rsoul-Nya.” [4]

4.             Adanya ancaman bagi orang yang berpaling dari apa yang Alloh turunkan dalam al-Qur’an dan adanya kesuksesan bagi orang yang berpegang teguh terhadap-Nya.

Alloh ta’ala berfirman:
فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى . وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Artinya: “Barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS. Thoha 123-124) Dan telah dikeluarkan oleh Ibnu abi syaibah, at-Thobroni, Abu nu’aim dalam alhilyah dan Ibnu mardawaih dari Ibnu Abbas rodhiallohu anhu ia berkata, Rosululloh sholallohu alaihi wassalam telah bersabda, “Barang siapa yang mengikuti kitabulloh niscaya Alloh memberinya hidayah dari kesesatan di dunia dan menjaganya dari buruknya siksaan pada hari kiamat.” Dan juga beliau Ibnu Abbas rodhiallohu anhu berkata, “Sesungguhnya Alloh telah menjamin bagi orang yang membaca al-Qur’an dan mengamalkan apa-apa yang terkandung di dalamnya tidak akan sesat di dunia dan tidak hidup sempit di akherat.” [5]
Dalam shohih Muslim dari hadits jabir bahwa Nabi sholallohu alaihi wassalam bersabda dalam khutbah haji perpisahan : “Dan sungguh telah saya tinggalkan kalian dengan sesuatu yang mana jika kalian berpegang teguh terhadapnya niscaya tidak akan tersesat setelahnya yaitu kitabulloh ta’ala.”
Beberapa dalil diatas merupkan bukti bahwa al-Qur’an adalah kalamulloh yang Dia turunkan untuk dijadikan pedoman bagi kehidupan ummat manusia. Ketika al-Qur’an ditinggalkan dan tidak dijadikan sebagai sumber maka sudah dipastikan pelakunya akan tersesat di dunia dan akherat. Sumber hukum lain selain al-Qur’an adalah as-Sunnah dan Ijma. Tiga sumber hukum ini merupakan sumebr yang sudah disepakati semua madzhab. Tiga sumber ini tidak bisa dipisahkan dan justru saling mendukung. Sunnah Rosul sebagai penjelas maksud yang ada di dalam kitabulloh. Adapun Ijma adalah kesepakatan mujtahid ummat ini terhadap hukum setelah wafatnya Rosululloh berlandaskan pemahaman mereka terhadap seluruh isi kandungan al-Qur’an dan as-Sunnah.

BAB III: KONSEP TAFSIR QUR’AN UMMAT TERBAIK
Al-Qur’an adalah salah satu mukjizat yang Alloh berikan kepada Rosululloh sholallohu alaihi wasalam. Kemukjizatan al-Qur’an bisa juga dilihat dari susunan katanya. Orang-orang arab pada saat turunnya al-Qur’an benar-benar sadar bahwa al-Qur’an bukan berasal dari manusia. Mereka tidak tidak mampu menyusun kata-kata semisal al-Quran padahal meraka adalah ahli sastra arab dan pada saat itu puncak keemasan sastra arab. Namun mereka benar-benar tidak mampu mendatangkan semisal al-Qur’an walaupun hanya satu ayat. Oleh karena itu Alloh ta’ala menentang mereka dalam hal ini sebagaimana firman-Nya:
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Dan jika kamu meragukan (al-Qur’an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surat semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Alloh jika kamu orang yang benar.” (QS. Al-Baqoroh: 23).
Di dalam ayat yang lain Alloh ta’ala berfirman:
قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآَنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا
Katakanlah: Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain". (QS. Al-Isro: 88)
Syaikhuna –hafidzohulloh- Prof. Dr. Ali bin Muhammad Maqbul al-Ahdal mengatakan, “Dan diantara bukti bahwa al-Qur’an kalamulloh adalah kemukjizatan lafadz al-Qur’an, dari dahulu hingga sekarang berbagai usaha dan percobaan untuk menandingi al-Qur’an pasti gagal.”[6]
Untuk memahami al-Qur’an dengan baik dan benar dibutuhkan ilmu tafsir yang benar pula. Tafsir adalah ilmu syari’at yang paling agung dan paling tinggi kedudukannya. Ia merupakan ilmu yang paling mulia dari segi obyek pembahasan dan tujuannya. Obyek pembahasannya adalah kalamulloh yang merupakan sumber segala hikmah dan samudra luas segala keutamaan. Tujuan utamanya agar umat dapat berpegang pada tali yang kokoh dan mencapai kebahagiaan hakiki. Dan kebutuhan umat terhadap ilmu ini pun sangat mendesak karena segala kesempurnaan agamawi dan duniawi haruslah seiring dengan syariat Islam, hal ini tidak akan dapat diraih kecuali bersumber pada pengetahuan tentang kitab Alloh ta'ala. Oleh karena itu antara satu ayat dengan ayat lain saling terkait dan saling memperjelas karena sama-sama wahyu Alloh, begitu pula dengan sunnah Rosululloh sholallohu alaihi wasalam sebagai wahyu dari Alloh ta’ala secara makna.
Shohabat Rosul adalah tauladan ummat Islam dalam memahami dan mengamalkan Islam. Mereka telah mendapatkan legalitas keridhoan dari Alloh ta’ala, ini menunjukan bahwa apa yang dipahami dan diyakini oleh mereka telah diridhoi oleh Alloh ta’ala. Generasi sahabat adalah generasi umat terbaik sepanjang zaman, kepada mereka Rosululloh sholallohu alaihi wasalam bersabda, dan atas latar belakang keadaan mereka ayat-ayat Al Qur’an diturunkan. Mereka adalah manusia yang paling memahami apa yang dimaksud oleh Alloh dan Rosul-Nya. Mereka adalah generasi terbaik, sehingga Rosululloh sholallohu alaihi wasalam bersabda:
(( خَيْرُ أُمَّتِى قَرْنِى ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ))
“Sebaik baik umatku adalah generasiku (para sahabat) kemudian orang-rang yang datang setelah mereka (tabi’in) kemudian orang-orang yang datang setelah mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari uraian di atas dapat dipahami metode tafsir yang lebih baik dan benar adalah metode yang diterapkan oleh para shohabat, dan mereka menggunakan Tafsir bil Matsur, yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan riwayat. Berkaitan dengan hal ini Imam Ibnu Katsir rohimahulloh menjelaskan di wal kitab tafsirnya, “Sesungguhnya cara yang paling benar dalam menafsirkan (al-Qur’an itu) adalah menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, maka jika ada ayat yang di-ijmalkan bisa jadi dirinci di tempat lain. Jika hal itu tidak ditemukan olehmu maka hendaklah kau gunakan dengan as-Sunnah karena ia merupakan penjelas al-Qur’an serta penerang bagi al-Qur’an… Dan jika kita tidak menemukan tafsir (ayat tersebut) baik dalam Qur’an dan tidak pula dalam as-Sunnah maka kita kembali kepada perkataan para shohabat, karena mereka lebih mengetahui tentang hal itu, hal ini disebabkan mereka mereka menyaksikan langsung kondisi yang berkaitan dengannya dan juga mereka mempunyai pemahaman yang sempurna, ilmu yang benar dan amal sholeh, terlebih-lebih ulama-ulamanya dan seniornya.”[7]
Konsep ilmu tafsir bil matsur ini merupakan konsep terbaik dalam menafsirkan al-Qur’an. Sehingga barangsiapa yang menempuhnya berarti dia telah menempuh jalur terbaik yang sudah pernah ditempuh oleh orang-orang terbaik. Dan tentu konsep ini berasaskan dalil-dalil yang sangat banyak dan terang benderang, diantaranya:
إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ وَلَا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat.” (QS. An-Nisa: 105).
وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ إِلَّا لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِي اخْتَلَفُوا فِيهِ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Artinya: Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS. An-Nahl: 64).
Ibnu Mas’ud rodhiallohu anhu berkata, “Seseorang diantara kami jika mempelajari sepuluh ayat maka mereka tidak melawatinya hingga mereka mengetahui maknanya serta mengamalkannya.” Dan Abu abdirahman as-Sulami rohimahulloh berkata: Orang-orang yang yang membacakan al-Qur’an kepada kami mengkabarkan bahwa mereka meminta bacaan qur’an dari Nabi sholallohu alaihi wasalam, aka jika mereka mempelajari sepuluh ayat niscaya mereka tidak meninggalkannya hingga mereka mengamalkan ayat tersebut, maka kami mempelajari dan mengamalkan al-Qur’an semuanya. [8]
Konsep tafsir lain yang diperbolehkan adalah tafsir yang dilandasi dengan ilmu yang benar sesuai dengan kaidah-kaidah Islam dan memenuhi syarat dalam ilmu tafsir. Imam Ibnu katsir menjelaskan, “Adapun barangsiapa berbicara (menafsirkan Qur’an) dengan yang ia ketahui berdasarkan tatanan bahasa dan syar’i maka ini tidaklah mengapa, oleh karena itulah banyak riwayat dari mereka dan selain mereka perkataan-perkataan tentang tafsir, dan ini tidaklah kontradiksi karena mereka berbicara berdasarkan apa yang mereka ketahui.” [9]
Sedangkan menafsirkan al-Qur’an berdasarkan hawa nafsu, pendapat pribadi belaka, atau bahkan menyelisihi kaidah-kaidah Islam maka sungguh ini jelas merupakan tindakan yang diharamkan. Imam Muhammad bin Jarir rohimahulloh dari jalur Ibnu Abbas rodhiallohu anhu bahwa Rosululloh sholallohu alaihi wasalam bersabda:“ Barangsiapa yang mengatakan tentang al-Qur’an dengan pendapatnya atau dengan yang tidak ia ketahui maka tempat baginya adalah Neraka.” (HR. Tirmidzi, an-Nas’i dan Abu Dawud) [10] Dan tindakan yang semisal ini dikategorikan berbicara tentang tanpa dasar Ilmu dan ini termasuk dalam ayat Alloh: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al-Isro: 36)

CATATAN KAKI:_____________________________________
[1] Syaikh Mana’ul Qothon berkata tentang definisi al-Qur’an: “Kalamulloh yang diturunkan kepada Muhammad sholalollohu alaihi wasalam yang membacanya adalah ibadah.” (Mabahits Fi Ulumul Qur’an, Cet.Mu’asasah ar-Risalah, Thn.1998, Hlm.20,). Imam Ibnu Hajar al-Asqolani rohimahulloh berkata dalam kitab ar-Rosa’il wal Masa’il 3/123: “Yang lebih selamat dalam masalah itu adalah meyakini bahwa al-Qur’an adalah kalamulloh bukan makhluk, ini adalah pendapat yang lebih selamat dari berbagai pendapat karena banyaknya kerancuan masalah ini dan larangan (ulama) salaf mendalami masalah tadi.” (Ibnu Qudamah, Raudohtun Nadzir, Tahqiq Dr.Abdulkarim an-Namlah, Riyadh: Maktabah ar-Rusd, Jilid 1, hlm.266)
Demikianlah definisi yang sangat gamblang tentang al-Qur’an dan ini merupakan bantahan bagi orang Liberal yang mengatakan al-Qur’an adalah makhluk. Adapun dalil bahwa al-Qur’an adalah kalamulloh QS. At-taubah:6, QS. Al-Baqoroh:75 dan QS. Al-Fath:15. Dan untuk lebih jelasnya lihat pembahasannya di kitab al-Wasitiyah karya Syaikhul Islam Ibnu taymiah rohimahulloh.

[2] Jima’il ilmi, Tahqiq Ahmad syakir, Maktabah ibnu taymiah, Hlm.11

[3] ar-Risalah, Tahqiq ahmad syakir, Beirut: Maktabah al-ilmiah, hlm.221

[4] as-Sowa’iq almursalah 2/734 tahqiq Ali adakhilulloh cetakan pertama Daar al-Asimah

[5] Dikeluarkan oleh ak-hakim dalam al-mustadrok 2/381 dan dishohihkan serta disepakati oleh imam Ad-Dzahabi

[6] Adwa ala ats-Tsaqofah al-Islamiayah, Shon'a Yaman: Daar al-Quds, Cetakan kedua, Shon’a, 1427 H / 2006, Hlm.112

[7] Ahmad syakir, Umdah at-Tafsir anil hafidz ibnu Katsfir, Beirut: Daar al-wafa, 2005, Jilid 1, Hlm.42-43.

[9] Riwayat ini dan semisalnya tercatat dalam banyak kitab diantaranya, tafsir Umdah at-tafsir, ringkasan imam Ibnu katsir 1/hal.43 Cet.darul wafa. Dan juga terdapat dalam Ulumul Qur’an karya Syaikh Mana’ul Qothon Hal.9-1 dan juga kitab-kitab yang lain. Adapun mengenai landasan bahwa pemahaman tafsir shohabah adalah hujjah karena mereka dididik langsung oleh Rosulloh sholallohu alaihi wasalam, mereka mengetahui sebab dan kondisi ayat itu turun, mereka juga ahli bahasa arab dan al-Qur’an di turunkan dengan bahasa arab, dan lebih dari itu semua karena mereka telah mendapatkan sertifikat keridhoan dari Dzat yang maha mengetahui lahir dan batin, di antaranya firman Alloh ta’ala:
Sesungguhnya Allah telah rida terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dengan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (QS. Al-Fath: 18)
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. (QS. Al-fath: 29)
Adapun tafsir al-Qur’an dengan perkataan Tabi’in masih diperselisihkan diantara ulama, ada yang mengatakan sebagai hujjah dan ada juga yang mengatakan sebaliknya. Akan tetapi jika mereka tidak berbeda pendapat maka ini tidak diragukan lagi bahwa tafsirnya itu diterima sebagai hujjah. Dan jika berbeda pendapat maka perkataan diantara mereka bukanlah hujjah bagi yang lainnya, maka hal ini harus dikembalikan ke tatanan bahasa al-Qur’an atau as-sunnah atau kaidah-kaidah bahasa arab yang baku.

[9] al-Umdah Hal.46

[10] Dalam hadits lain Imam Ibnu Jarir meriwayatkan dari jalur Jundub bahwa Rosululloh sholallohu alaihi wasalam bersabda: “Barangsiapa yang mengatakan tentang al-Qur’an dengan pendapatnya maka dia telah keliru.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar