Minggu, 29 Juli 2012

KENAPA MUHAMMADIYAH BISA BERBEDA DALAM PENETAPAN ? Memahami Metode Penetapan Awal Bulan Qomariyah




KENAPA MUHAMMADIYAH BISA BERBEDA DALAM PENETAPAN ?

A . Memahami Metode Penetapan Awal Bulan Qomariyah

Segala puji hanya bagi Allah. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi saw yang berpesan kepada umatnya dalam sabdanya: “bahwa Ulama’ umatku tidak akan sepakat dalam kesesatan, bila kamu melihat perbedaan pendapat diantaramu, ikutilah pendapat mayoritas Ulama“ HR. Ibnu Majah dari Anas Ibnu Malik (Sunan Ibn Majah I/414-415)

Perbedaan penetapan awal bulan qomariyah terutama pada bulan Romadlan dan Syawal, merupakan suatu hal yang sering terjadi ditengah kaum muslim. Ini dikarenakan perhitungan bulan qomariyah yang didasarkan pada rotasi perputaran bulan terkadang 29 hari dan 30 hari dan juga dikarenakan perbedaan memilih metode/cara penetapannya . perlu kita ketahui bahwa penetapan Awal bulan secara Umum ada 3 cara :

1. Dengan Rukyah Hilal (melihat bulan)
2. Dengan Hisab (perhitungan)
3. Ketetapan Ulil Amri

1• Rukyah Hilal didasarkan atas Sada Rasululloh Saw :


صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن حالت دونه غيابة فأكملوا ثلاثين يوما (رواه الترمذي)

“puasalah kamu sekalian sesudah melihat bulan, dan berhari rayalah setelah melihat bulan pula. Kalau bulan itu tertutup awan, maka sempurnakanlah (bulan yang terdahulu) 30 hari” (HR. Tirmidzi)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً ، فَلاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلاَثِينَ
”Apabila bulan telah masuk kedua puluh sembilan malam (dari bulan Sya’ban, pen). Maka janganlah kalian berpuasa hingga melihat hilal. Dan apabila mendung, sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.”( HR. Bukhari no. 1907 dan Muslim no. 1080)

Dan dalam Al-Qur’an juga disebutkan:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
”Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut.” (QS. Al Baqarah: 185)

Madzhab Hanafiah, Malikiah, Syafi’iyyah dan Hanabilah sepakat, bahwa itsbat (penetapan) awal Ramadhan adalah dengan melihat hilal.

2• Sedangkan Pendapat yang berpegang pada Hisab , menafsirkan "ru’yah" dengan ru'yah bil 'ilmi (melihat dengan ilmu). Pendapat kelompok ini didasarkan atas tiga hal. Pertama, ayat Alquran surat Yunus (10:5)

“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak[669]. dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui.” (Yunus, 10:5)

Dalam ayat tersebut menganjurkan kepada umat Islam mempelajari peredaran matahari dan bulan sebagai dasar penghitungan waktu dan tahun (li'ta'lamu 'adad al sinina wa al hisab). Ayat inilah yang menjadi pijakan lahirnya Ilmu Hisab (Falaq). Ilmu ini digunakan secara sangat luas untuk menentukan waktu salat dan kalender Hijriyah, awal akhir bulan, hari raya (Idul Fitri - Idul Adha), wukuf di Arafah dan ibadah lainnya.

Kedua, tradisi melihat hilal yang dilakukan oleh Rasulullah dan sahabat hanyalah merupakan "cara" yang dilakukan karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu, umat Islam bisa menggunakan "cara" lain yang diisyaratkan oleh Alquran. Di antaranya dengan cara ilmiah melalui penghitungan Falaq/ Hisab/Perhitungan. Ilmu ini baru berkembang pada masa Bani Abbasiyah (abad ke-8 M). Pada masa Rasulullah belum ditemukan alat teropong bintang dan belum berkembang ilmu falaq/ astronomi (Armahedi Mahzar dan Yuliani Liputo, 2002: 249).

Ketiga, kelompok hisab berpendapat awal dan akhir bulan tidak ditentukan oleh beberapa derajat ketinggian hilal(wujudul hilal). Jika berdasarkan penghitungan hisab hilal sudah nampak, berapa pun ketinggiannya, maka hitungan bulan baru sudah masuk.

3 • Sedangkan dalam masalah mengikuti keputusan pemimpin , ini sebagaimana dijelaskan dalam Firman Alloh swt :


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ



“Wahai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, dan ulil Amri di antara kalian..” (QS. An Nisa (4): 59)

dan firman Allah Ta’ala,
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
”Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut.” (QS. Al Baqarah: 185)

Pendapat lainnya menyatakan bahwa hendaklah orang yang melihat hilal sendiri hendaklah berpuasa berdasarkan hilal yang ia lihat. Namun hendaklah ia berhari raya bersama masyarakat yang ada di negerinya. Inilah pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad.

Sedangkan pendapat yang terakhir menyatakan bahwa orang tersebut tidak boleh mengamalkan hasil ru’yah, ia harus berpuasa dan berhari raya bersama masyarakat yang ada di negerinya.Dalil dari pendapat terakhir ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, :

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ
“Puasa kalian ditetapkan tatkala mayoritas kalian berpuasa, idul fithri ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul fithri, dan idul adha ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul adha.” (HR. Tirmidzi no. 697)

يَدُ اللَّهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ
“Allah akan senantiasa bersama para jama’ah kaum muslimin” (Majmu’ Al Fatawa, 25/117)

Suatu masyarakat atau Negri pastinya memiliki Uli Amri atau pemimpin yang berperan dalam Penetapan awal bulan untuk mempersatukan Masyarakat dalam suatu Negri . oleh karena tu supaya tidak ada perselisihan dan agar sesuai dengan realisasi Hadi Riwayat Tirmidzi 697 diatas , yang menjelaskan Kemayoritasan , maka kita wajib mengikuti satu suara/keputusan yaitu Keputusan Pemimpin/pemerintah.

B. KENAPA MUHAMMADIYAH BISA BERBEDA DALAM PENETAPAN ?

Banyak masyarakat yang salah faham dengan mengatakan bahwa yang puasa lebih awal (dalam hal ini hari Juma’at) itu dikarenakan memakai Hisab , sedangkan yang Puasa hari Sabtu memakai Rukyah.

untuk lebih jelasnya bahwa , yang menetapkan Awal Ramadlan pada hari SABTU bukan berarti tidak memakai Ilmu Hisab.
Justru sebaliknya , pemerintah menetapkan awal bulan qomariyah sudah memakai Metode yang sangat lengkap yakni merupakan metode hasil perpaduan antara metode HISab (Perhitungan) dan Rukyah Hilal (melihat bulan), yang dipadu dengan Ilmu Astronomi.
Hisab menghitung berapa derajat “Wujudul hilal”, sedangkan Ilmu Astronomis (sudah melalui berbagai Riset /penelitian) menetapkan kapan Hilal memungkinkan untuk dilihat, yang dikenal dengan kaidah “IMKAN RUKYAH”.

dalam Ilmu Hisab Kaidah Wujudul Hilal itu jika hasil perhitungan diatas nol drajat , artinya 0,1 drajat pun sudah masuk kedalam Kaidah Wujudul hilal,
tapi Menurut Ilmu Astronomi (Epimiris) Hilal mustahil untuk bisa dilihat jika hasil perhitungan HISAB dibawah 2 Drajat (umur bulan 8 jam), baik dengan mata telanjang maupun dengan Tropong bintang,

nah Muhammadiyah dalam Hisabnya hanya berpegang pada Wujudul Hilal, berapapun hasil penghitungannya asalkan diatas Nol drajat, dan mereka tidak memakai kaidah IMKAN RUKYAH (keadaan Hilal yang memungkinkan bisa terlihat) .
Inilah yang menyebabkan adanya perbedaan dalam menetapkan awal bulan Ramadlan kemarin.

Namun yang perlu kita Ingat Bahwa penetapan Bulan Qomariyah bukan bedasarkan karena perhitungan yang menujukkan Wujudul Hilal tapi Rukyatul hilal, sebagaimana Sabda Rasulullah Saw :
صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته
“Berpuasalah kamu sekalian karena Rukyah/melihat bulan, dan Berbuka/berhari rayalah kamu karena melihat bulan pula”

Maka Berdasarkan Hadis ini , Kaidah Imkan Rukyah lebih cocok digunakan dalam Hisab karena pada saat itulah Hilal bisa di Rukyah/dilihat.

jelas sekali bahwa kaidah wujudul hilal sebagai penetapan masuk bulan ini telah termentahkan oleh Hadis Nabi
jadi jelas bagaimana kita harus menentukan sikap , Agar tidak Taqlid buta^_^



                                        Nara Sumber : Khoirun Nisa

1 komentar:

  1. subhanalloh....indah ke - Ilmuwan - dalam Islam....sebaiknya..masing - masing pihak lebih mendahulukan kepada kepentingan ummat agar wujud dari kebersamaan dan toleransi itu dirasakan oleh umat...masing-masing pihak harus berhati jernih melihat permasalahan yang cukup sensitif ini, sebaiknya kita mendahulukan persatuan dan kebersamaan ...MUI (Majelis Ulama Indonesia) adalah sarana menyatukan kebersamaan itu....

    BalasHapus