TAHLILAN (III)
Dalil dan kajian Ilmiah Tentang Tahlilan yang tak terbantahkan oleh para penyebar Bid’ah.
MENGENAI MAKAN DIRUMAH DUKA,
sungguh Rasul saw telah melakukannya, dijelaskan dalam Tuhfatul Ahwadziy :
حديث عاصم بن كليب الذي رواه أبو داود في سننه بسند صحيح عنه عن أبيه عن رجل من الأنصار قال خرجنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم في جنازة فرأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو على القبر يوصي لحافرا أوسع من قبل رجليه أوسع من قبل رأسه فلما رجع استقبله داعي امرأته فأجاب ونحن معه فجيء بالطعام فوضع يده ثم وضع القوم فأكلوا الحديث رواه أبو داود والبيهقي في دلائل النبوة هكذا في المشكاة في باب المعجزات فقوله فلما رجع استقبله داعي امرأته الخ نص صريح في أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أجاب دعوة أهل البيت واجتمع هو وأصحابه بعد دفنه وأكلوا
“riwayat Hadits riwayat Ashim bin Kulaib ra yg diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam sunannya dengan sanad shahih, dari ayahnya, dari seorang lelaki anshar, berkata : kami keluar bersama Rasul saw dalam suatu penguburan jenazah, lalu kulihat Rasul saw memerintahkan pada penggali kubur untuk memperlebar dari arah kaki dan dari arah kepala, ketika selesai maka datanglah seorang utusan istri almarhum, mengundang Nabi saw untuk bertandang kerumahnya, lalu Rasul saw menerima undangannya dan kami bersamanya, lalu dihidangkan makanan, lalu Rasul saw menaruh tangannya saw di makanan itu kamipun menaruh tangan kami dimakanan itu lalu kesemuanyapun makan. Riwayat Abu Dawud dan Baihaqi dalam Dalail Nubuwwah, demikian pula diriwayatkan dalam AL Misykaah, di Bab Mukjizat, dikatakan bahwa ketika beliau saw akan pulang maka datanglah utusan istri almarhum.. dan hal ini merupakan Nash yg jelas bahwa Rasulullah saw mendatangi undangan keluarga duka, dan berkumpul bersama sahabat beliau saw setelah penguburan dan makan”.
(Tuhfatul Ahwadziy Juz 4 hal 67).
Dari Ahnaf bin Qeis ra berkata : “Ketika Umar ra ditusuk dan terluka parah, ia memerintahkan Shuhaib untuk membuat makanan untuk orang - orang” (Hujjatul Islam Al Imam Ibn Hajar pada Mathalibul ‘Aliyah Juz 1 hal 199 No.709, dan ia berkata sanadnya Hasan)
Shohibul kitab Al Mughniy menjelaskan kemudian :
وان دعت الحجة الى ذلك جاز فاءنه ربما جاهم من يحضر ميتهم من القرى والأماكن البعيدة ويبيت عندهم ولا الا يمكنهم ان يضيفوه
Bila mereka melakukannya karena ada sebab/hajat, maka hal itu diperbolehkan, karena barangkali diantara yg hadir mayyit mereka ada yg berdatangan dari pedesaan, dan tempat tempat yg jauh, dan menginap dirumah mereka, maka tak bisa tidak terkecuali mereka mesti dijamu
(Almughniy Juz 2 hal 215)
Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad didalam az-Zuhd dan al-Hafidz Abu Nu’aim didalam al-Hilyah tentang anjuran memberi makan setelah kematian ;
قال الإمام أحمد بن حنبل رضي الله عنه في كتاب الزهد له حدثنا هاشم بن القاسم قال ثنا الاشجعي عن سفيان قال قال طاووس إن الموتى يفتنون في قبورهم سبعا فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الأيام. قال الحافظ أبو نعيم في الحلية حدثنا أبو بكر بن مالك ثنا عبد الله بن أحمد ابن حنبل ثنا أبي ثنا هاشم بن القاسم ثنا الأشجعي عن سفيان قال قال طاووس إن الموتى يفتنون في قبورهم سبعا فكانوا يستحبون أن يطعم عنهم تلك الأيام.
“Imam Ahmad bin Hanbal radliyallahu ‘anh berkata : “Menceritakan kepada kami Hisyam bin al-Qasim, ia berkata, menceritakan kepada kami al-Asyja’iy dari Sufyan, ia berkata : Thawus berkata, “sesungguhnya orang mati terfitnah (ditanya malaikat) didalam kubur mereka selama 7 hari, maka mereka mengajurkan supaya memberikan makanan (yang pahala) untuk mereka pada hari-hari tersebut”.(HR. Al Hafidh Imam Ibn Hajar pd Mathalibul ‘Aliyah Juz 1 hal 199 dan berkata sanadnya Kuat)
Al-Hafidz Abu Nu’aim berkata : “Menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Malik, menceritakan kepada kami Abdulllah bin Ahmad Ibnu Hanbal, menceritakan kepada kami Hisyam bin al-Qasim, menceritakan kepada kami al-Asyja’iy dari Sufyan, ia berkata, Thawus berkata : sesungguhnya orang mati terfitnah didalam kubur mereka selama 7 hari, maka mereka menganjurkan agar bersedekah makanan yang pahalanya untuk mereka pada hari-hari tersebut”
Dari Thaawus ra : “Sungguh mayyit tersulitkan di kubur selama 7 hari, maka merupakan sebaiknya mereka memberi makan orang – orang selama hari hari itu” (Diriwayatkan Oleh Al Hafidh Imam Ibn Hajar pd Mathalibul ‘Aliyah Juz 1 hal 199 dan berkata sanadnya Kuat).
Mengenai pengadaan makanan dan jamuan makanan pada rumah duka telah kuat dalilnya sebagaimana sabda Rasul saw : “Buatlah untuk keluarga Jakfar makanan sungguh mereka telah ditimpa hal yang membuat mereka sibuk” (diriwayatkan oleh Al Imam Tirmidziy No.998 dengan sanad hasan, dan di Shahihkan oleh Imam Hakim Juz 1/372)
Demikian pula riwayat shahih dibawah ini :
فلما احتضرعمر أمر صهيبا أن يصلي بالناس ثلاثة أيام ، وأمر أن يجعل للناس طعام فيطعموا حتى يستخلفوا إنسانا ، فلما رجعوا من الجنازة جئ بالطعام ووضعت الموائد، فأمسك الناس عنها للحزن الذي هم فيه ، فقال العباس بن عبد المطلب : أيها الناس !، إن رسول الله صلى الله عليه وسلم قد مات فأكلنا بعده وشربنا ومات أبو بكر فأكلنا بعده وشربنا وإنه لابد من الاجل فكلوا من هذا الطعام ، ثم مد العباس يده فأكل ومد الناس أيديهم فأكلوا
Ketika Umar ra terluka sebelum wafatnya, ia memerintahkan pada Shuhaib untuk memimpin shalat, dan memberi makan para tamu selama 3 hari hingga mereka memilih seseorang, maka ketika hidangan - hidangan ditaruhkan, orang - orang tak mau makan karena sedihnya, maka berkatalah Abbas bin Abdulmuttalib ra : Wahai hadirin.., sungguh telah wafat Rasulullah saw dan kita makan dan minum setelahnya, lalu wafat Abubakar ra dan kita makan dan minum sesudahnya, dan ajal itu adalah hal yang mesti, maka makanlah makanan ini..!”, lalu beliau ra mengulurkan tangannya dan makan, maka orang – orang pun mengulurkan tangannya masing - masing dan makan.
(Al Fawaidussyahiir Li Abi Bakar Assyafii juz 1 hal 288, Kanzul ummaal fii sunanil aqwaal wal af’al Juz 13 hal 309, Thabaqatul Kubra Li Ibn Sa’d Juz 4 hal 29, Tarikh Dimasyq juz 26 hal 373, Al Makrifah wattaarikh Juz 1 hal 110)
Adapun mengenai persoalan menyediakan makanan kepada orang yang bertakziah hukumnya adalah boleh, berdasarkan hadits Nabi SAW :
“Dari Abdullah bin Amr ra,”Ada seorang laki-laki yang bertanya pada Nabi saw saw,”perbuatan apakah yang paling baik?.” Rasulullah saw menjawab,”memberi makan dan mengucapkan salam, baik kepada orang yang engkau kenal dan tidak.” (Shahih Bukhari : 11)
Hadits senada juga terdapat dalam Sunan Abi Dawud : 2894.
Juga diriwayatkan Al Baihaqi dalam Dalail An Nubuwwah, disebutkan oleh Syaikh Al Kirmani dalam Syarah Al Hadits Al Arba’in, hal 315, Syaikh Ibrahim Al Halabi dalam Munyah Al Mushalli, hal 131, Syaikh Abu Sa’id dalam Al Bariqah Al Muhammadiyah Al Tibrizi dalam Misykat Al Mashabih, halaman 544)
* Sedangkan dasar memperbanyak bacaan tahlil ( لااله الا الله ) adalah :
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, “Perbaharuilah iman kalian ?” para shahabat bertanya,”Bagaimana cara kami memperbaharui iman kami ya Rasulullah?.” Rasulullah menjawab,”Perbanyaklah membaca لااله الا الله (laa ilaaha illallah).” (Musnad Ahmad Bin Hanbal : 8353)
Hadits senada juga terdapat dalam Sunan Al Tirmidzi : 3514, Musnad Bin Hanbal : 20512
Anjuran Rasululllah saw untuk meperbanyak membaca لااله الا الله (laa ilaaha illallah) benar-benar diamalkan oleh para ualma sehigga di antara mereka ada yang menganjurkan membacanya, sampai 70.000 kali. Sebagaimana diungkapkan oleh Syaikh Abi Zaid Al Maliki Al Qurthubi :
“Saya mendengar dalam sebagian khabar (atsar) bahwa barangsiapa yang membaca لااله الا الله (laa ilaaha illallah) sebanyak 70,000 kali, maka bacaan itu menjadi penebusnya dari api neraka.” (Ifadah Al Thullab : 32)
Al ‘Allamah Ahmad bin Muhammad Al Wayili mengatakan :
“Adapun atsar tersebut, kami berpendapat ia memang shahih adanya” (Ifadah Al Thullab : 32).
وقد جرت عادة الناس بالتصدق عن الميت فى ثالث من موته وفى سابع وفى تمام العشرين وفى الاربعين وفى المائة وبعد ذلك يفعل كل سنة حوﻻ فى يوم الموت كماأفاده شيخنا السنبلاوينى اهـ
Catatan Khusus :
memang hukum makruh bisa menjadi haram, karena sabab, illat dan qorinah yang ada
Tapi kita jangan berpikir sempit apalagi picik dulu ^_^
Karena Hukum Makruh bisa menjadi Sunnah , karena Sabab, Illat dan Qorinah yang ada juga
- Brsikap Adillah dalam memahami Hukum ^_^ Tahlilan itu dianggap tidak Jelas dan Remang-remang oleh pihak-pihak anti tahlil , dan menjadi kontroversi ^_^
- mari kita melihat setiap persoalan dengan Ilmu dan Iman bukan dengan nafsu dan ke - AKU - wan.... sehingga semoga kita mendapat hidayahNya..amiiiiin...semoga bermanfaat.
Keputusan Masalah Diniyyah NU No: 18 / 13 Rabi’uts Tsaani 1345 H / 21 Oktober 1926 Tentang
BalasHapusKELUARGA MAYIT MENYEDIAKAN MAKAN KEPADA PENTAKZIAH
TANYA : Bagaimana hukumnya keluarga mayat menyediakan makanan untuk hidangan kepada mereka yang datang berta’ziah pada hari wafatnya atau hari-hari berikutnya, dengan maksud bersedekah untuk mayat tersebut? Apakah keluarga memperoleh pahala sedekah tersebut?
JAWAB : Menyediakan makanan pada hari wafat atau hari ketiga atau hari ketujuh itu hukumnya MAKRUH , apabila harus dengan cara berkumpul bersama-sama dan pada hari-hari tertentu, sedang hukum makruh tersebut tidak menghilangkan pahala itu.
`
Keterangan :
1. Dalam kitab I’anatut Thalibin, Kitabul Janaiz : MAKRUH hukumnya bagi keluarga mayit ikut duduk bersama orang-orang yang sengaja dihimpun untuk berta’ziyah dan membuatkan makanan bagi mereka, sesuai dengan hadits riwayat Ahmad dari Jarir bin Abdullah al Bajali yang berkata: ”Kami menganggap berkumpul di ( rumah keluarga ) mayit dengan menyuguhi makanan pada mereka, setelah si mayit dikubur, itu sebagai bagian dari RATAPAN ( YANG DILARANG ).”
2. Dalam kitab Al Fatawa Al Kubra disebutkan : “Beliau ditanya semoga Allah mengembalikan barokah-Nya kepada kita. Bagaimanakah tentang hewan yang disembelih dan dimasak kemudian dibawa di belakang mayit menuju kuburan untuk disedekahkan ke para penggali kubur saja, dan tentang yang dilakukan pada hari ketiga kematian dalam bentuk penyediaan makanan untuk para fakir dan yang lain, dan demikian halnya yang dilakukan pada hari ketujuh, serta yang dilakukan pada genap sebulan dengan pemberian roti yang diedarkan ke rumah-rumah wanita yang menghadiri proses ta’ziyah jenazah. Mereka melakukan semua itu tujuannya hanya sekedar melaksanakan kebiasaan penduduk setempat sehingga bagi yang tidak mau melakukannya akan dibenci oleh mereka dan ia akan merasa diacuhkan. Kalau mereka melaksanakan adat tersebut dan bersedekah tidak bertujuan (pahala) akhirat, maka bagaimana hukumnya, boleh atau tidak?
Apakah harta yang telah ditasarufkan, atas keingnan ahli waris itu masih ikut dibagi/dihitung dalam pembagian tirkah/harta warisan, walau sebagian ahli waris yang lain tidak senang pentasarufan sebagaian tirkah bertujuan sebagai sedekah bagi si mayit selama satu bulan berjalan dari kematiannya. Sebab, tradisi demikian, menurut anggapan masyarakat harus dilaksanakan seperti “wajib”, bagaimana hukumnya.”
“Beliau menjawab bahwa semua yang dilakukan sebagaimana yang ditanyakan di atas termasuk BID’AH YANG TERCELA tetapi tidak sampai haram (alias makruh), kecuali (bisa haram) jika prosesi penghormatan pada mayit di rumah ahli warisnya itu bertujuan untuk “meratapi” atau memuji secara berlebihan (rastsa’).
Dalam melakukan prosesi tersebut, ia harus bertujuan untuk menangkal “OCEHAN ORANG-ORANG BODOH” agar mereka tidak menodai kehormatan dirinya, gara-gara ia tidak mau melakukan prosesi penghormatan di atas. Dengan sikap demikian, diharapkan ia mendapatkan pahala setara dengan realisasi perintah Nabi shallallahu’alaihi wasallam terhadap seseorang yang batal (karena hadast) shalatnya untuk menutup hidungnya dengan tangan (seakan-akan hidungnya keluar darah). Ini demi untuk menjaga kehormatan dirinya, jika ia berbuat di luar kebiasaan masyarakat.
Tirkah tidak boleh diambil / dikurangi seperti kasus di atas. Sebab tirkah yang belum dibagikan mutlak harus disterilkan jika terdapat ahli waris yang majrur ilahi. Walaupun ahli warisnya sudah pandai-pandai, tetapi sebagian dari mereka tidak rela (jika tirkah itu digunakan sebelum dibagi kepada ahli waris). ”
SUMBER: AHKAMUL FUQAHA, SOLUSI PROBLEMATIKA HUKUM ISLAM, KEPUTUSAN MUKTAMAR, MUNAS, DAN KONBES NAHDLATUL ULAMA (1926-2004 M), hal. 15-17, Pengantar: Rais ‘Am PBNU, DR.KH.MA Sahal Mahfudh, Penerbit Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur dan Khalista, cet.III, Pebruari 2007.
Berkata Imam Asy-Syafi’i رحمه الله : "Aku membenci ma'tam, yaitu berkumpul-kumpul (di rumah keluarga mayit), meskipun di situ tidak ada tangisan, karena hal itu malah akan menimbulkan kesedihan baru." (Al-Umm 1: 248).
BalasHapusLihat juga: Raudhatut Thalibin, Imam An-Nawawi 2:145, Mughnil Muhtaj 1: 268, Hasyiyatul Qalyubi 1: 353, Al-Majmu' Syarah Muhadzab 5: 286, Al- Fiqhu Alal Madzahibil Arba'ah 1:539, Fathul Qadir 2:142, Nailul Authar 4:148.
Lebih lanjut di Kitab I'anatut Thalibin, Syarah Fathul Mu'in, juz 2, hal.145 –Kitab rujukan Nahdlatul Ulama (NU) - disebutkan:
نَعَمْ , مَايَفْعَلُهُ النَّاسَ مِنَ اْلإِجْتِمَاعِ عِنْدَ أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعِ الطَّعَامِ مِنَ الْبِدَعِ الْمُنْكَرَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلىَ مَنْعِهَا
“Ya, apa yang dikerjakan orang, yaitu berkumpul-kumpul di rumah keluarga mayit dan dihidangkannya makanan untuk itu, adalah termasuk BID'AH MUNGKARAT yang bagi orang yang mencegahnya akan diberi pahala."
masya allah...
BalasHapusitu semua hadis palsu...
Wah nagudzubillahi min dzalik. Amin
BalasHapusbenar itu semua hadis palsu bertobatlah bagi yg menyebarkan
BalasHapuspalsu mata lu soek,sok tau
BalasHapusAnda bawa2 hadist tapi ga tau maksud hadist nya...
BalasHapusPertama saya katakan,hadist tsb semua org wajib tau,bukan buat andalan pribadi menuduh sesama..
Dlm hadist dikatakan,berkumpul2 dirumah keluarga mayit itu tercela atau menambah kesedihan..
Kita semua setuju apa kata hadist,termasuk anda yg anti tahlilan.
Tentu saja kita dilarang kumpul2 dirumah nya,orang lagi kemalangan eeeh anda mau kumpul2 saja tanpa mengikuti anjurAn nabi muhammad,yaitu hiburlah keluarga nya,bawakan makanan,doakan mayit san keluarga nya agar tabah dan sabar...
Itu maksud hadist diatas..
Jangan sampai anda kurang ajar,ada kemalangan trus niat nya rame2 kumpul ke rumah nya,tanpa amalan anjuran nabi trus mintak makanan dan minum juga disana..
Makin sedih dan meratap lah yg tuan rumah...