Rabu, 08 Agustus 2012

Ahlul-Bait (Bahasa Arab: أهل البيت) di PCNU Kota Lubuklinggau


Ahlul-Bait : di Posting Oleh : Suratman, SKMAllah-eser-green.png




































Ahlul-Bait (Bahasa Arab: أهل البيت) adalah istilah yang berarti "Orang Rumah" atau keluarga. Dalam tradisi Islam istilah itu mengarah kepada keluarga Muhammad. Terjadi perbedaan dalam penafsiran baik Muslim Syi'ah maupun Sunni. Syi'ah berpendapat bahwa Ahlul Bait mencakup lima orang yaitu Ali, Fatimah, Hasan dan Husain sebagai anggota Ahlul Bait (di samping Muhammad). Sementara Sunni berpendapat bahwa Ahlul Bait adalah keluarga Muhammad dalam arti luas, meliputi istri-istri dan cucu-cucunya, hingga kadang-kadang ada yang memasukkan mertua-mertua dan menantu-menantunya.


Istilah Ahlul Bait

Syi'ah

Kaum Syi’ah lebih mengkhususkan istilah Ahlul Bait Muhammad yang hanya mencakup Ali dan istrinya Fatimah, putri Muhammad beserta putra-putra mereka yaitu al-Hasan dan al-Husain (4 orang ini bersama Muhammad juga disebut Ahlul Kisa atau yang berada dalam satu selimut) dan keturunan mereka.

Hal ini diperkuat pula dengan hadits-hadits seperti contoh berikut:
Aisyah menyatakan bahwa pada suatu pagi, Rasulullah keluar dengan mengenakan kain bulu hitam yang berhias. Lalu, datanglah Hasan bin Ali, maka Rasulullah menyuruhnya masuk. Kemudian datang pula Husain lalu beliau masuk bersamanya. Datang juga Fathimah, kemudian beliau menyuruhnya masuk. Kemudian datang pula Ali, maka beliau menyuruhnya masuk, lalu beliau membaca ayat 33 surah al-Ahzab, "Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya."

Sunni dan Salafi

Makna “Ahl” dan “Ahlul Bait” dalam pengertian leksikal berarti penghuni rumah, termasuk isteri dan anak-anak. Pengertian ini dianut sebagian kalangan Sunni dan Salafi, yang menyatakan bahwa ahlul bait Muhammad mencakup pula istri-istri, mertua-mertua, juga menantu-menantu dan cucu-cucunya.

Sufi dan sebagian Sunni

Kalangan Sufi dan sebagian kaum Sunni menyatakan bahwa Ahlul-Bait adalah anggota keluarga Muhammad yang dalam hadits disebutkan haram menerima zakat, seperti keluarga Ali dan Fatimah beserta putra-putra mereka (Hasan dan Husain) serta keturunan mereka. Juga keluarga Abbas bin Abdul-Muththalib, serta keluarga-keluarga Ja’far dan Aqil yang bersama Ali merupakan putra-putra Abu Thalib.
Adapun risalah lengkap sebagaimana yang tercantum dalam Shahih Muslim adalah sebagai berikut:
Yazid bin Hayyan berkata, "Aku pergi ke Zaid bin Arqam bersama Husain bin Sabrah dan Umar bin Muslim. Setelah kami duduk, Husain berkata kepada Zaid bin Arqam, 'Hai Zaid, kau telah memperoleh kebaikan yang banyak. Kau melihat Rasulullah, kau mendengar sabda beliau, kau bertempur menyertai beliau, dan kau telah salat dengan diimami oleh beliau. Sungguh kau telah memperoleh kebaikan yang banyak. Karena itu, sampaikan kepada kami hai Zaid, apa yang kau dengar dari Rasulullah!'"
"Kata Zaid bin Arqam, 'Hai kemenakanku, demi Allah, aku ini sudah tua dan ajalku sudah semakin dekat. Aku sudah lupa sebagian dari apa yang aku dengar dari Rasulullah. Apa yang bisa aku sampaikan kepadamu terimalah dan apa yang tidak bisa aku sampaikan kepadamu janganlah kamu memaksaku untuk menyampaikannya.'"
"Kemudian Zaid bin Arqam mengatakan, 'Pada suatu hari Rasulullah berdiri dengan berpidato di suatu tempat air yang disebut Khumm antara Mekkah dan Madinah. Ia memuji Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan, lalu beliau bersabda, Ketahuilah saudara-saudara bahwa aku adalah manusia seperti kalian. Sebentar lagi utusan Tuhanku (malaikat pencabut nyawa) akan datang lalu dia diperkenankan. Aku akan meninggalkan untuk kalian dua hal yang berat, yaitu: 1) Al-Qur'an yang berisi petunjuk dan cahaya, karena itu laksanakanlah isi Al-Qur'an dan pegangilah. (Beliau mendorong dan mengimbau pengamalan Al-Qur'an). 2) Keluargaku. Aku ingatkan kalian agar berpedoman dengan hukum Allah dalam memperlakukan keluargaku (tiga kali)".
Husain bertanya kepada Zaid bin Arqam, "Hai Zaid, siapa Ahlul Bait (keluarga) Rasulullah itu? Bukankah istri-istri beliau Ahlul Baitnya?"
Kata Zaid bin Arqam, "Istri-istri beliau adalah Ahlul Baitnya, tetapi Ahlul Bait beliau adalah orang yang diharamkan menerima zakat sampai sepeninggal beliau."
Kata Husain, "Siapa mereka itu?"
Kata Zaid bin Arqam, "Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja'far dan keluarga Abbas."
Kata Husain, "Apakah mereka semua diharamkan menerima zakat?"
Jawab Zaid, "Ya."

Istilah Ahlul Kisa

Kaum Sufi yang memiliki keterikatan dengan Ahlul Kisa, yaitu keluarga Ali bin Abu Talib k.w. dan Fatimah az-Zahra baik secara zhahir (faktor keturunan) dan secara bathin (do'a dan amalan) sangat mendukung keutamaan Ahlul Kisa. Tetapi, Sufi berpendapat bahwa Ahlul Bait bukan hanya Ahlul Kisa sesuai dengan hadits tsaqalayn. Sufi berpendapat bahwa Ahlul Bait adalah mereka yang haram menerima zakat, yaitu keluarga Ali, Aqil dan Ja'far (yang merupakan putra-putra Abu Thalib) dan keluarga Abbas (Hadits Shahih Muslim dari Zaid bin Arqam). Dengan demikian kaum Sufi dalam hal kekhalifahan memiliki perbedaan tajam dengan kaum Syi'ah.

Hadist Shahīh Ahlul Kisa

Shahīh Muslim, vol. 7, hal. 130
Aisyah berkata, "Pada suatu pagi, Rasulullah saw keluar rumah menggunakan jubah (kisa) yang terbuat dari bulu domba. Hasan datang dan kemudian Rasulullah menempatkannya di bawah kisa tersebut. Kemudian Husain datang dan masuk ke dalamnya. Kemudian Fatimah ditempatkan oleh Rasulullah di sana. Kemudian Ali datang dan Rasulullah mengajaknya di bawah kisa dan berkata,
"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." (QS. Al-Ahzab [33]:33)
Sunan at-Turmudzi, Kitab al-Manâqib
Ummu Salamah mengutip bahwa Rasulullah saw menutupi Hasan, Husain, Ali dan Fatimah dengan kisa-nya, dan menyatakan, "Wahai Allah! Mereka Ahlul Baitku dan yang terpilih. Hilangkan dosa dari mereka dan sucikanlah mereka!"
Ummu Salamah berkata, "Aku bertanya pada Rasulullah saw, Wahai Rasul Allah! Apakah aku termasuk di dalamnya?" Beliau menjawab, "Engkau berada dalam kebaikan (tetapi tidak termasuk golongan mereka)."
Imam Turmudzi menulis di bawah hadits ini, "Hadits ini shahīh dan bersanad baik, serta merupakan hadits terbaik yang pernah dikutip mengenai hal ini."

Interpretasi Syi'ah, Sunni dan Sufi

Syi'ah

Kaum Syi'ah, khususnya Mazhab Dua Belas Imam menafsirkan bahwa Ahlul Bait adalah "anggota rumah tangga" Muhammad dan mempercayai bahwa mereka terdiri dari: Muhammad, Ali bin Abi Thalib, Fatimah az-Zahra, Hasan bin Ali, dan Husain bin Ali.
Kaum Syi'ah percaya bahwa yang dimaksud dengan Ahlul Bait yang disucikan sesuai dengan ayat tathîr (penyucian) (QS. Al-Ahzab [33]:33), adalah mereka yang termasuk dalam Ahlul-Kisa yaitu Muhammad, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain serta 9 imam berikutnya yang merupakan keturunan dari Husain.
Sesuai dengan hadits di atas, Syi'ah berpendapat bahwa istri-istri Muhammad tidak termasuk dalam Ahlul Bait, sebagaimana pendapat Sunni yang memasukkan istri-istri Muhammad.

Sunni dan Salafi

Kaum Sunni juga mempercayai hadits sahih mengenai keistimewaan kedudukan Ahlul Bait tersebut seperti kaum Syi'ah, meskipun kaum Sunni tidak berpendapat bahwa hak kepemimpinan umat (khalifah) harus dipegang oleh keturunan Ahlul Bait. Hadits itu juga menyatakan bahwa kedua cucu Muhammad, yaitu Hasan bin Ali dan Husain bin Ali, adalah sayyid (pemuka).

Muhammad bin Abdul Wahhab menolak pengistimewaan yang berlebihan terhadap keturunan Ahlul Bait. Ini kemungkinan disebabkan karena pertentangan mereka terhadap kaum Syi'ah, meskipun kaum Sunni pada umumnya tetap memandang hormat terhadap para keturunan Ahlul Bait.

Kaum Wahhabi berpendapat bahwa istilah Ahlul Bait memang hanya mencakup keluarga Ali, akan tetapi keluarga Muhammad mencakup seluruh umat Muslim yang taat, sebab hubungan kekeluargaan tersebut adalah berdasarkan takwa pada kepercayaan Islam, dan bukan berdasarkan pada darah keturunan. Kaum Wahhabi percaya bahwa setiap orang yang taat adalah bagian dari Ahlul Bait, dan bahwa beberapa orang secara khusus disebutkan sebagai bagian daripadanya. Beberapa orang ini, adalah istri-istri Muhammad, yang menurut pendapat mereka disebutkan di dalam Al Qur'an sebagai bagian dari Ahlul Bait.

Sufi

Kaum Sufi menyepakati bahwa semua pendiri Tariqah Mu'tabaroh mestilah dari golongan Ahlul Bait, yaitu berasal dari keturunan Hasan bin Ali atau Husain bin Ali.
Para masyaikh pendiri tariqah-tariqah Islam setelah wafatnya Rasulullah yang merupakan golongan Ahlul Bait, misalnya:
  • As-Sayyid As-Syaikh Bahau'uddin Naqsyabandi (Tariqah Naqsyabandi)
  • As-Sayyid Al-Faqih Muqaddam Muhammad bin 'Ali BaAlawi Al-Husaini (Tariqah Al-BaAlawi)
  • As-Sayyid As-Syaikh Abdul Qadir Jilani Al-Hasani (Tariqah Qadiriyah)
  • As-Sayyid As-Syaikh Ahmad bin Idris Al-Hasani (Tariqah Ahmadiyah Idrissiyah)
  • As-Sayyid As-Syaikh Abil Hasan Asy-Syazuli (Tariqah Syadziliyyah)
Silsilah ajaran mereka kebanyakannya melalui Imam Ja'far ash-Shadiq, dan semuanya mendapat sanad dari Ali bin Abi Thalib. Tariqah Naqsyabandiah adalah satu-satunya tariqah yang juga mendapat sanad dari Abu Bakar.

Kekhalifahan

Kaum Sufi berpendapat kekhalifahan ada 2 macam, yaitu :
  • Khalifah secara zhahir (Waliyyul Amri, Surat An Nisaa' ayat 59) "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." atau mereka yang menjadi kepala pemerintahan umat Islam; dan
  • Khalifah secara bathin (Waliyyul Mursyid, Surat Al Kahfi ayat 17) "Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk (Waliyyan Mursyida) kepadanya." atau mereka yang menjadi pembina rohani umat Islam.

Khalifah zhahir

Menurut kalangan Sufi kekhalifahan yang zhahir (lahiriah) boleh saja dipegang oleh orang muslim yang kurang beriman atau mukmin tapi kurang bertakwa, dalam keadaan darurat atau karena sudah takdir yang tak bisa dihindari. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya perkataan ‘athii’ sebelum ‘waliyyul amri’, kata ‘athii’ atau taatlah hanya ditempelkan kepada ‘Allah’ kemudian ditempelkan kepada ‘Rasul’ sehingga lafadz lengkapnya menjadi, ”Athiiullahu wa athiiurasuul wa ulil amri minkum”. Berarti taat yang mutlak hanya kepada Allah dan Rasulnya. 

Taat kepada ulil amri (pemimpin) dapat dilakukan dengan syarat ia taat lebih dulu kepada Allah dan Rasulnya. Memilih seorang pemimpin atas dasar ketaatan kepada Allah adalah hal yang logis dan jauh lebih mudah dari pada memilih seorang pemimpin atas dasar 'maksum' atau kesucian, karena 'taat' kepada Allah adalah suatu yang dapat terlihat kurang-lebihnya di dalam kehidupan seseorang.

Dengan kata lain ayat ini dalam pandangan kaum Sunni dan kaum Sufi menunjukkan tidak adanya syarat ‘maksum’ bagi Waliyyul Amri (pemimpin pemerintahan). Sangat mungkin ini adalah petunjuk Allah bagi umat Islam untuk menerima siapapun pemimpinnya di setiap zaman, selama ia taat kepada Allah dan Rasulnya, karena sesuai dengan akal sehat yang dimiliki umat manusia bahwa ‘tak ada yang mengetahui hamba Allah yang suci atau ‘maksum’, kecuali Allah sendiri.’

Khalifah bathin

Kekhalifahan bathin, karena harus mempunyai syarat kewalian dalam pengertian bathin, tak mungkin dijatuhkan kecuali kepada orang mukmin yang bertakwa dan dicintai Allah (Surat Yunus 62-64). Kekhalifahan bathin atau jabatan Waliyyul Mursyid (pemimpin rohani) adalah mereka yang mempunyai ilmu dan karakter (kurang-lebih) seperti Nabi Khidir di dalam Surat Al Kahfi. Hikmah tidak disebutkannya kata 'Nabi Khidir' juga boleh jadi mengisyaratkan setiap zaman akan ada manusia yang terpilih seperti itu.

Didalam sejarah tarekat kaum Sufi, para Wali Mursyid sebagian besarnya adalah keturunan Ali dari Fatimah baik melalui Hasan dan Husain. Menurut kaum Sufi memaksakan kekhalifahan zhahir hanya untuk keluarga Ali adalah suatu yang musykil/mustahil karena bila menolak 3 khalifah sebelumnya (yang telah disetujui oleh mayoritas) berarti membuat perpecahan dalam umat Islam, juga bertentangan dengan prinsip akal sehat, karena boleh jadi seorang kurang ber-taqwa tapi dalam hal pemerintahan sangat cakap. Sedangkan seorang yang ber-taqwa justru mungkin saja tidak menguasai masalah pemerintahan.

Bila menganggap Imamah adalah Khalifah Bathin mungkin saja bisa, tapi membatasi hanya 12 bertentangan dengan banyak hadits shahih tentang para Wali Allah yang tidak pernah disebut dari keluarga tertentu, apalagi dengan pembatasan jumlahnya. Idealnya memang seorang Khalifah zhahir (Waliyyul Amri) dipilih dari mereka yang juga menjabat Khalifah bathin (Waliyyul Mursyid). 
Tapi pertanyaannya siapakah yang mengetahui Wali-wali Allah, apalagi yang berderajat Waliyyul Mursyid, kalau bukan Allah sendiri.

Perkembangan Ahlul Bait

Setelah wafatnya Muhammad

Berkembangnya Ahlul-Bait walaupun sepanjang sejarah kekuasaan Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah mengalami penindasan luar biasa, adalah berkah dari do’a Muhammad kepada mempelai pengantin Fatimah putri beliau dan Ali di dalam pernikahan yang sangat sederhana.
Doa Nabi SAW adalah,”Semoga Allah memberkahi kalian berdua, memberkahi apa yang ada pada kalian berdua, membuat kalian berbahagia dan mengeluarkan dari kalian keturunan yang banyak dan baik”
Setelah mengalami titik noda paling kelam dalam sejarah Bani Umayyah, dimana cucu Nabi SAW, al-Husain bersama keluarga dibantai di Karbala, pemerintahan berikutnya dari Bani Abbasiyah yang sebetulnya masih kerabat (diturunkan melalui Abbas bin Abdul-Muththalib) tampaknya juga tak mau kalah dalam membantai keturunan Nabi SAW yang saat itu sudah berkembang banyak baik melalui jalur Ali Zainal Abidin satu-satunya putra Husain bin Ali yang selamat dari pembantaian di Karbala, juga melalui jalur putra-putra Hasan bin Ali.

Setelah berakhirnya Bani Abbasiyah

Perkembangan di berbagai negara

Menurut berbagai penelaahan sejarah, keturunan Hasan bin Ali banyak yang selamat dengan melarikan diri ke arah Barat hingga mencapai Maroko. Sampai sekarang, keluarga kerajaan Maroko mengklaim keturunan dari Hasan melalui cucu beliau Idris bin Abdullah, karena itu keluarga mereka dinamakan dinasti Idrissiyyah. Selain itu pula, ulama-ulama besar seperti Syekh Abu Hasan Syadzili Maroko (pendiri Tarekat Syadziliyah) yang nasabnya sampai kepada Hasan melalui cucunya Isa bin Muhammad.

Mesir dan Iraq adalah negeri yang ulama Ahlul Baitnya banyak dari keturunan Hasan dan Husain. Abdul Qadir Jaelani seorang ulama yang dianggap sebagai Sufi terbesar dengan julukan ‘Mawar kota Baghdad’ adalah keturunan Hasan melalui cucunya Abdullah bin Hasan al-Muthanna.

Persia hingga ke arah Timur seperti India sampai Asia Tenggara (termasuk Indonesia) didominasi para ulama dari keturunan Husain bin Ali. Bedanya, ulama Ahlul Bait di tanah Parsi banyak dari keturunan Musa al-Kadzim bin Ja'far ash-Shadiq seperti Ayatullah Ruhollah Khomeini karena itu ia juga bergelar Al-Musawi karena keturunan dari Imam Musa al-Kadzim, sedangkan di Hadramaut (Yaman), Gujarat dan Malabar (India) hingga Indonesia ulama Ahlul Baitnya banyak dari keturunan Ali Uraidhi bin Jafar ash-Shadiq terutama melalui jalur Syekh Muhammad Shahib Mirbath dan Imam Muhammad Faqih Muqaddam ulama dan sufi terbesar Hadramaut di zamannya (abad 12-13M).

Walaupun sebagian besar keturunan Ahlul Bait yang ada di Nusantara termasuk Indonesia adalah dari Keturunan Husain bin Ali namun terdapat juga yang merupakan Keturunan dari Hasan bin Ali, bahkan Keturunan Hasan bin Ali yang ada di Nusantara ini sempat memegang pemerintahan secara turun temurun di beberapa Kesultanan di Nusantara ini, yaitu Kesultanan Brunei, Kesultanan Sambas dan Kesultanan Sulu sebagaimana yang tercantum dalam Batu Tarsilah / Prasasti dan beberapa Makam dan juga Manuskrip yang tersebar di Brunei, Sambas (Kalimantan Barat) dan Sulu (Selatan Filipina), yaitu melalui jalur Sultan Syarif Ali (Sultan Brunei ke-3) yang merupakan keturunan dari Syarif Abu Nu'may Al Awwal. Sementara dari keturunan Husain bin Ali memegang kesultan di Jawa bagian barat, yang berasal dari Syarif Hidayatulah, yaitu Kesultanan Cirebon (yang kemudian pecah menjadi tiga kerajaan, Kesultanan Kasepuhan, Kanoman dan Kacirebonan) dan Kesultanan Banten. Sebagai kerurunan Syarif Hidayatulah keturunan merekapun berhak menyandang gelar Syarif/Syarifah, namun dari keturunan Syarif Hidayatullah gelar tersebut akhirnya dilokalisasi menjadi Pangeran, Tubagus/Ratu (Banten) dan Raden (Sukabumi, Bogor).

Mazhab yang dianut

Mazhab yang dianut para ulama keturunan Husain pun terbagi dua; di Iran, Iraq dan sekitarnya menganut Syi’ah, sedangkan di Yaman, India hingga Indonesia menganut Sunni yang condong kepada tasawuf). Para ulama keturunan Hasan dari Mesir hingga Maroko hampir semuanya adalah kaum Sunni yang condong kepada tasawuf.

Referensi

  1. AL-ALBANI, M. Nashiruddin; Ringkasan Shahih Muslim. Jakarta: Gema Insani Press, 2005. ISBN 979-561-967-5. Hadist no. 1656
  2. AL-ALBANI, M. Nashiruddin; Ringkasan Shahih Muslim. Jakarta: Gema Insani Press, 2005. ISBN 979-561-967-5. Hadist no. 1657
  3. karamallahu wajhah
  4. Syi'ah dalam Sunnah, Mencari Titik Temu yang terabaikan; Mudarrisi Yazdi; hal. 28
  5. Syi'ah dalam Sunnah, Mencari Titik Temu yang terabaikan; Mudarrisi Yazdi; hal. 29
  6.  (Inggris) Genealogi Raja Maroko di Royal Ark

BAHTERA (KAPAL) NABI NUH, AS di PCNU KOTA LUBUKLINGGAU

BAHTERA (KAPAL) NABI NUH, AS
Diposting/kontributor : Suratman, SKM



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrAauywoSFLL8fCC30ymw0uR25Il1pDsjme9GPhjGnv2GJpMt52jdWMQW6ROK-z4TEQx5KuZEntxlt4iaOV0EBFE5cDcHNrh5UHAHJJueIXqzNw9cwJtYASANRdjyh8gZImyeP2O7hqeBB/s1600/noahark12.jpg



Penelitian Arkeologi : Di Pelat Kapal Nabi Nuh tertulis “Ya Allah, penolongku! Jagalah tanganku dengan kebaikan dan bimbingan dari TubuhMu Yang Suci, yaitu Muhammad, Ali, Fatima, Shabbar dan Shabbir. Karena mereka adalah yang teragung dan termulia. Dunia ini diciptakan untuk mereka maka tolonglah aku demi nama mereka.”



Pada bulan Juli 1951 sebuah tim yang terdiri dari ahli-ahli Rusia melakukan penelitian terhadap Lembah Kaat. Sepertinya mereka tertarik untuk menemukan sebuah tambang baru di daerah tersebut. 

Dalam penelitiannya mereka menemukan beberapa potong kayu di daerah tersebut berserakan.

Mereka kemudian mulai menggali tempat tersebut dengan tujuan untuk menemukan sesuatu yang berharga. Tetapi alangkah terkejutnya mereka ketika menemukan kumpulan potongan-potongan kayu tertimbun di situ. Salah seorang ahli yang ikut serta memperkirakan, setelah meneliti beberapa lapisanya, bahwa kayu-kayu tersebut bukanlah kayu yang biasa, dan menyimpan rahasia yang sangat besar di dalamnya.

Mereka mengekskavasi tempat tersebut dengan penuh keingintahuan. Mereka menemukan cukup banyak potongan-potongan kayu di daerah penggalian tersebut, dan di samping itu mereka juga menemukan hal-hal lain yang sangat menarik. Mereka juga menemukan sepotong kayu panjang yang berbentuk persegi. 

Mereka sangatlah terkejut setelah mendapati bahwa potongan kayu yang berukuran 14 X 10 inchi tersebut ternyata kondisinya jauh lebih baik dibandingkan potongan-potongan kayu yang lain. Setelah waktu penelitian yang memakan waktu yang cukup lama, hingga akhir tahun 1952, mereka mengambil kesimpulan bahwa potongan kayu tersebut merupakan potongan dari bahtera Nabi Nuh a.s. yang terdampar di puncak Gunung Calff (Judy). Dan potongan (pelat) kayu tersebut, di mana terdapat beberapa ukiran dari huruf kuno, merupakan bagian dari bahtera tersebut.

Setelah terbukti bahwa potongan kayu tersebut merupakan potongan kayu dari bahtera Nabi Nuh a.s., timbullah pertanyaan tentang kalimat apakah yang tertera di potongan kayu tersebut. Sebuah dewan yang terdiri dari kalangan pakar dibentuk oleh Pemerintah Rusia di bawah Departemen Riset mereka untuk mencaritahu makna dari tulisan tersebut. Dewan tersebut memulai kerjanya pada tanggal 27 Februari 1953.

Berikut adalah nama-nama dari anggota dewan tersebut:
1. Prof. Solomon, Universitas Moskow
2. Prof. Ifa Han Kheeno, Lu Lu Han College, China
3. Mr. Mishaou Lu Farug, Pakar fosil
4. Mr. Taumol Goru, Pengajar Cafezud College
5. Prof. De Pakan, Institut Lenin
6. Mr. M. Ahmad Colad, Asosiasi Riset Zitcomen
7. Mayor Cottor, Stalin College

Kemudian ketujuh orang pakar ini setelah menghabiskan waktu selama delapan bulan akhirnya dapat mengambil kesimpulan bahwa bahan kayu tersebut sama dengan bahan kayu yang digunakan untuk membangun bahtera Nabi Nuh a.s., dan bahwa Nabi Nuh a.s. telah meletakkan pelat kayu tersebut di kapalnya demi keselamatan dari bahtera tersebut dan untuk mendapatkan ridho Illahi.
Terletak di tengah-tengah dari pelat tersebut adalah sebuah gambar yang berbentuk telapak tangan dimana juga terukir beberapa kata dari bahasa Saamaani.

Mr. N.F. Max, Pakar Bahasa Kuno, dari Mancester, Inggris telah menerjemahkan kalimat yang tertera di pelat tersebut menjadi:
“Ya Allah, penolongku! Jagalah tanganku dengan kebaikan dan bimbingan dari TubuhMu Yang Suci, yaitu Muhammad, Ali, Fatima, Shabbar dan Shabbir. Karena mereka adalah yang teragung dan termulia. Dunia ini diciptakan untuk mereka maka tolonglah aku demi nama mereka.”

Semuanya sangatlah terkejut setelah mengetahui arti tulisan tersebut. Terutama yang membikin mereka sangatlah bingung adalah kenapa pelat kayu tersebut setelah lewat beberapa abad tetap dalam keadaan utuh dan tidak rusak sedikitpun.
Pelat kayu tersebut saat ini masih disimpan dengan rapih di Pusat Penelitian Fosil Moskow di Rusia.

Jika anda sekalian mempunyai waktu untuk mengunjungi Moskow, maka mampirlah di tempat tersebut, karena pelat kayu tersebut akan menguatkan keyakinan anda terhadap kedudukan Ahlul Bayt a.s.

Terjemahan kalimat tersebut telah dipublikasikan antara lain di:
1. Weekly – Mirror, Inggris 28 Desember 1953
2. Star of Britain, London, Manchester 23 Januari 1954
3. Manchester Sunlight, 23 Januari 1954
4. London Weekly Mirror, 1 Februari 1954
5. Bathraf Najaf, Iraq 2 Februari 1954
6. Al-Huda, Kairo 31 Maret 1954
7. Ellia – Light, Knowledge & Truth, Lahore 10 Juli 1969
(Sumber : The Bulletin of The Islamic Center “UNDER SIEGE” P.O. BOX 32343 Wahington D.C. N.W. 20007 Vol. 7 No. 10 Rabi al-Awwal 6, 1408/Oktober 30,1987)

Allah swt berfirman dalam Surah Hud : ayat 36-49

Bismillahirrahmanirrahim..

Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman diantara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan. (QS. 11:36)

Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim itu; sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. (QS. 11:37)

Dan mulailah Nuh membuat bahtera. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan meliwati Nuh, mereka mengejeknya. Berkatalah Nuh: "Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami). (QS. 11:38)


Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakannya dan yang akan ditimpa azab yang kekal". (QS. 11:39)

Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami berfirman: "Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman". Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit. (QS. 11:40)

Dan Nuh berkata: "Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya". Sesungguhnya Rabbku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 11:41)

Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir". (QS. 11:42)

Anaknya menjawab: "Aku akan mencari perlindunganke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata: "Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) yang Maha Penyayang". Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan, (QS. 11:43)

Dan difirmankan: "Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah," dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi 721, dan dikatakan: "Binasalah orang-orang yang zalim". (QS. 11:44)

Dan Nuh berseru kepada Rabbnya sambil berkata: "Ya Rabbku sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya". (QS. 11:45)

Allah berfirman: "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan". (QS. 11:46)

Nuh berkata: "Ya Rabbku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakekat)nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi". (QS. 11:47)

Difirmankan: "Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mu'min) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada (pula) umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami". (QS. 11:48)

Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertaqwa. (QS. 11:49)
( Surah Hud : ayat 36-49 )


* * *


Kurang lebih 12.000 tahun silam, peradaban manusia sebelum peradaban kita sekarang pernah mengalami suatu serangan banjir yang sangat dahsyat, dan banjir waktu itu juga mengakibatkan tenggelamnya daratan.

Secara berturut-turut arkeolog menemukan sejumlah besar bukti yang secara langsung atau pun tidak mengenai banjir dahsyat yang terjadi waktu itu.

Ikhtisar dalam Alkitab yang berhubungan dengan banjir dahsyat yang terjadi waktu itu menyebutkan, “Banjir meluap dan menggenang selama 40 malam, air pasang menuju atas, perahu mengambang dari atas permukaan bumi” : “Arus air meluap dahsyat di atas permukaan bumi, seluruh pegunungan tergenang oleh air pasang”: “5 bulan kemudian, perahu berhenti di atas gunung Ararat; dan setelah 4 bulan berlalu, ketika daratan sudah kering, Nabi Nuh meninggalkan perahunya.”

Sejumlah besar bekas peninggalan prasejarah yang belakangan ini ditemukan arkeolog, seperti misalnya, daratan Atlantis, budaya Yunani, bangunan di dasar laut dan lain sebagainya kemungkinan besar tenggelam karena banjir dahsyat waktu itu. Ada yang memperkirakan banjir dahsyat itu terjadi 5.000 tahun yang lalu, mengikuti perkiraan ahli anstronomi, perahu Nabi Nuh mulai dibuat pada 2465 SM dan hujan mulai turun pada 2345 SM.

Setelah perahu Nabi Nuh mendarat di gunung Ararat, dimulailah kehidupan baru manusia. Mereka yang selamat mulai menyebar. Begitu pula binatang-binatang. Biji-biji tanaman kembali disemaikan.

Karena dianggap melahirkan generasi baru manusia setelah Nabi Adam, Nabi Nuh mendapat gelar The Second Father of Human Being –Bapak Manusia Kedua. Oleh generasi inilah, kebudayaan dan peradaban manusia dikembangkan. Selain di kawasan Ararat, juga di Mesopotamia yang ribuan tahun kemudian menjadi pusat kejayaan Babilonia.

Sekelompok peneliti underwater surveyors yang diketuai oleh Dr. Robert Ballard, yang juga telah menemukan Titanic, telah menemukan sebuah bangunan lama berusia kira-kira 7.500 tahun di dasar Laut Hitam, dekat pantai Turki. Mereka telah menemukan struktur bangunan dari batu dan kayu di kedalaman beberapa ratus kaki. Penemuan mereka menjadi bukti dari kejadian banjir besar di zaman Nabi Nuh seperti diceritakan di dalam Alkitab dan Al-Qur”an.

Menurut teori mereka, banjir besar tersebut disebabkan oleh adanya pencairan gletser dari tanah tinggi di Eropa.“Ini merupakan penemuan yang sangat menakjubkan,” kata Dr. Ballard di dalam rancangan National Geographic Society bertajuk “Research Ship Northern Horizon”.

Ballard menerangkan, “Banyak kasus yang terjadi apabila air tawar dari sebuah telaga berubah menjadi air asin dan dampak banjir besar tersebut menyebabkan kawasan daratan yang sangat luas berubah menjadi dasar laut”.


MISTERI BAHTERA NABI NUH as

Sebuah pasukan yang melibatkan ilmuwan dari Amerika dan Turki akan mengadakan penyelidikan terhadap misteri gunung Ararat pada Juli mendatang. Mereka akan mencari perahu Nabi Nuh.
Apakah kisah perahu besar Nabi Nuh yang tercatat dalam kitab suci merupakan peristiwa nyata atau mitos? Selama ini para ahli dan sarjana selalu berdebat, tidak sedikit yang beranggapan, bahwa hingga saat ini sisa-sisa peninggalan perahu Nabi Nuh masih tersimpan di puncak gunung Ararat Turki.

Menurut laporan media cetak Amerika pada 26 April 2004, sebuah tim peneliti beranggotakan 10 orang yang dibentuk oleh petualang Amerika dan Turki akan mendekati puncak gunung yang misterius itu pada Juli tahun ini, untuk mencari jejak “perahu besar Nabi Nuh” (The Great Noah Ark).

McGivern, pimpinan The Trinity Corporation of Honolulu, Hawaii mengatakan, bahwa sebelum mereka memasuki pegunungan Ararat, para anggota tim masih harus melakukan sejumlah besar persiapan kerja, seperti misalnya, mempelajari data-data yang berhubungan dengan ciri geografis dan bentuk permukaan bumi serta adat istiadat humanisme di daerah sekitar gunung Ararat.

Menurutnya, problem terbesar yang dihadapi mereka saat ini adalah bagaimana mengadakan komunikasi dengan penduduk asli setempat. Karena gunung-gunung yang tinggi itu dianggap keramat oleh para penduduk asli setempat, dan mereka yakin akan eksistensi “Perahu Nabi Nuh”, oleh karena itu selama berabad-abad, mereka tidak pernah bersedia menceritakan tentang misteri yang berhubungan dengan gunung-gunung itu kepada orang luar.

Kalau mereka berhasil mendekati apa yang diduga sebagai struktur raksasa setinggi 45 kaki, lebar 75 kaki dan panjangnya sampai 450 kaki yang sempat tersingkap akibat gelombang panas dahsyat yang melanda Eropa pada musim panas yang baru lalu, itu berarti akan memperkuat dugaan sebelumnya.

Sebagian besar anggota tim penyelidik mengatakan, bahwa bagi mereka yang memahami kitab Injil, jika keberadaan “Perahu Nabi Nuh” benar-benar terbukti, maka itu akan menjadi simbol legendaris sepanjang sejarah manusia, dan menjadi sebuah rekor perkembangan evolusi manusia. Seperti diketahui kisah Nabi Nuh dan perahunya yang selamat dalam banjir besar tercantum dalam Alkitab dan Al-Qur’an.


PENEMUAN AWAL

Sebenarnya, pencarian terhadap perahu Nabi Nuh sudah cukup lama dilakukan. Setahun setelah terjadi gempa bumi dan letusan gunung berapi dahsyat pada 2 Mei 1883 yang telah memorak-porandakan kampung di kaki gunung Ararat, kerajaan Turki mengirim tim ekspedisi untuk melihat akibat yang ditimbulkannya. Kapten Gayscoyne, duta Inggris di Istambul, turut dalam ekspedisi itu. Saat itu mereka melihat “Perahu Nabi Nuh”.

Menindak lanjuti temuan itu, pada 1917, Kaisar Rusia Tsar Nicholas II telah mengirim 150 orang pakar dari berbagai bidang dan tentara untuk mencari dan menyelidiki perahu Nabi Nuh. Setelah sebulan, tim ekspedisi itu baru sampai ke puncak Ararat.

Segala kesukaran telah berhasil mereka lewati, dan akhirnya menemukan perahu Nuh tersebut. Dalam keadaan terkagum, mereka mengambil gambar sebanyak mungkin. Mereka mencoba mengukur panjang perahu Nuh dan didapati berukuran panjang 500 kaki, lebar 83 kaki dan tinggi 50 kaki, sebagian lainnya tenggelam di dalam salju.

Hasil dari perjalanan itu dibawa pulang dan mau diserahkan kepada Tsar, malangnya sebelum sempat melaporkan temuan itu ke tangan kaisar, Revolusi Bolshevik Komunis (1917) meletus. Laporan itu akhirnya jatuh ke tangan Jenderal Leon Trotsky. Sehingga sampai sekarang masih belum diketahui, apakah laporan itu masih disimpan atau dimusnahkan.

Tahun 1957, beberapa pilot Angkatan Udara Turki sempat menyelidiki puncak Ararat, dan mendapati obyek di Provinsi Agri menunjukkan bentuk sebuah perahu.

Namun, karena perang dingin Uni Soviet vs. AS, penemuan itu tidak ditindaklanjuti dengan alasan “mencegah mata-mata AS mendekat”, Uni Soviet melarang pesawat setiap negara memasuki di sekitar pegunungan Ararat. Larangan itu baru dicabut pada 1982, dan sejak itu berbagai tim ekspedisi mulai berdatangan lagi, namun tidak ada yang mampu membuktikan.

Baru kemudian pada 1995, analis gambar satelit Amerika Bolsey Taylor mulai memperhatikan obyek misterius yang disebut “keajaiban gunung Ararat” itu. Ia menghabiskan beberapa tahun lamanya, mengumpulkan sejumlah besar gambar dari satelit, dan mengklasifikasi foto satelit tersebut, akhirnya didapati, bahwa itu adalah sebuah benda raksasa yang panjangnya 180 meter.

Namun, mereka juga tidak tahu persis benda apa sebenarnya, menurutnya bisa saja itu merupakan benteng kuno Turki, atau mungkin reruntuhan sebuah pesawat, dan kemungkinan juga itu adalah “Perahu Nabi Nuh”.

Sekitar tiga tahun lalu, seperti ditulis G. Joseph, arkeolog Ron Wyatt dan David Fasold menyatakan telah menemukan pendaratan “Perahu Nabi Nuh”. Penemuan ini menyatakan juga bahwa jejak itu tidak berada di puncak Ararat tetapi sekitar 20 mil dari puncak Ararat, dekat sisi dari Turki dan Iran. Tetapi mereka percaya bahwa pasti benar apa yang dikatakan Alkitab bahwa bahtera Nuh mendarat di puncak Ararat.

Pergeseran tanah selama ribuan tahun, gempa bumi, adanya gunung baru, dapat mengakibatkan bergesernya lokasi pendaratan tersebut dari puncak gunung Ararat ke posisi sekarang.

Pengukuran obyek yang ditandai mempunyai altitude 7.546 kaki. Panjangnya, 558 kaki, dan lebarnya 148 kaki. Ukuran tersebut hampir tepat seperti dalam Alkitab di mana Allah memerintahkan Nuh untuk membuat suatu perahu yang besar. Di sekitar obyek tersebut, juga ditemukan oleh Ron Wyatt sebuah batu besar dengan lubang pahatan.

Mereka percaya bahwa batu tersebut adalah “drogue-stones”, di mana pada zaman dahulu biasanya dipakai pada bagian belakang perahu besar untuk menstabilkan perahu. Radar dan peralatan mereka menemukan sesuatu yang tidak lazim pada level “iron oxide” atau seperti molekul baja. Struktur baja tersebut setelah dilakukan penelitian bahwa jenis “vessel” ini telah berumur lebih dari 100.000 tahun, dan terbukti bahwa struktur dibuat oleh tangan manusia. Mereka percaya bahwa itu adalah jejak pendaratan perahu Nuh.

Disalin dengan sedikit ubahsuai dari : http://www.zuarxpdc.com/2011/03/misteri-penemuan-bahtera-nabi-nuhthe.html#ixzz1NQF8emBt

Lagi gambar dan atikel berkaitan : http://moeflich.wordpress.com/2007/11/24/perahu-nabi-nuh-ditemukan/

Sesungguhnya orang yang beriman itu ialah orang yang apabila disebutkan Allah akan gementar hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya (ayat-ayat Allah) akan bertambahlah iman mereka, dan kepada Rab (Tuhan) mereka bertawakal. ( Surah an-Anfal : Ayat 2 )

Wallahua'lam


Cerita Lainnya tentang bahtera Nabi Nuh, AS


Bahtera Nabi Nuh a.s Legenda Sepanjang Masa

Kisah bahtera Nabi Nuh dan banjir besar adalah salah satu legenda dunia  yang diabadikan dalam sejumlah ayat-ayat Al Quran. Menurut sejumlah riwayat, Nabi Nuh as. diutus menjadi Rasul sepuluh abad setelah Nabi Adam as. Beliaulah manusia pertama yang membuat kapal untuk berlayar, tentu saja dengan petunjuk dari Allah SWT. Kapal buatannya itulah yang dikenal dengan nama Bahtera Nabi Nuh.

Pada masa itu, manusia benar-benar tenggelam dalam kesesatan dan kekafiran yang parah dengan menjadi penyembah berhala. Maka Allah Yang Maha Penyayang mengutus Nabi Nuh untuk meluruskan akidah manusia. “Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan perintah): “Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepada mereka azab yang pedih.” (QS Nuh : 1)

Atas perintah Allah, maka Nabi Nuh pun mulai melancarkan dakwah, mengajak kaumnya untuk menyembah Allah. Namun kaumnya yang kafir tidak mempercayainya, justru menganggap pengikut Nabi Nuh sebagai manusia yang hina. Para pemuka kafir bahkan menuduh Nabi Nuh sebagai pendusta dan orang yang sesat. (QS Hud : 27). Dengan sabar, selama 950 tahun, Nabi Nuh terus mengajak kaumnya untuk menyembah dan beribadah hanya kepada Allah. Namun yang mau menjadi pengikutnya hanya segelintir jumlahnya.

Kaum Nabi Nuh bahkan mulai berani menantang Nabi Nuh. Mereka meminta beliau untuk membuktikan ancaman Allah berupa “azab pedih” yang selalu diceritakannya kala berdakwah. Nabi Nuh selalu mengingatkan eksistensi Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang patut disembah. (QS Hud : 32). Terus-menerus ditentang oleh kaumnya, akhirnya dengan sedih Nabi Nuh mengadukan permasalahannya kepada Allah. “Ya Tuhanku sesungguhnya siang-malam aku telah menyeru kepada kaumku, namun seruanku itu justru membuat mereka semakin berpaling dari kebenaran. Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (agar beriman) supaya Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan jari ke dalam telinga mereka dan menutupkan bajunya (ke wajahnya) dan mereka tetap (mengingkari) dan sangat menyombongkan diri.” (QS Nuh : 6-7)

Demikianlah perilaku kaum Nabi Nuh. Tak sedikit pun mereka mengindahkan nasihat Sang Nabi. Mereka bahkan saling mengingatkan agar tidak meninggalkan penyembahan terhadap Suwwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr—orang-orang saleh yang telah wafat dan patung-patungnya mereka jadikan sesembahan. Lalu Allah memerintahkan Nabi Nuh membuat sebuah bahtera. Dengan menggunakan petunjuk dan wahyu Allah, mulailah Nabi Nuh membuat bahtera itu. Ejekan datang bertubi-tubi saat pemimpin kafir melihatnya membuat kapal besar. Namun Nabi Nuh  dengan sabar terus melanjutkan pembuatan kapal tanpa memedulikan ejekan kaumnya.

Setelah pembuatan kapal selesai, Allah lalu memerintahkan Nabi Nuh agar memuat kapal itu dengan binatang masing-masing sepasang (jantan dan betina), keluarganya, dan orang-orang yang beriman. (QS Hud : 40). Maka Nabi Nuh pun menyerukan kepada pengikutnya agar segera naik ke dalam kapal. Tak lama kemudian Allah menurunkan hujan badai yang tiada henti. Semua mata air di bumi memancarkan air, saling bertemu dan menimbulkan air bah yang sangat besar. Banjir tinggi melanda bumi dengan gelombang setinggi gunung. Itulah banjir terbesar dalam sejarah peradaban manusia!

Dalam kondisi genting, Nabi Nuh memanggil anaknya yang berada di tempat jauh dan terpencil, namun tidak ikut naik ke kapal. Dengan sombong sang anak menolak, dan memilih mencari perlindungan ke atas gunung. (QS Hud : 42-43). Demikianlah, anak Nabi Nuh tidak mau menuruti ajakan ayahnya. Dia justru memilih bersama orang-orang kafir. Maka dia pun binasa dan tenggelam bersama mereka.

Hal yang sama terjadi pada istri Nabi Nuh. Dia pun ikut tenggelam bersama orang-orang kafir karena menolak ajakan suaminya untuk beribadah hanya kepada Allah saja.  Satu pelajaran besar, bahwa istri seorang yang saleh dan berderajat Rasul pun dapat binasa karena azab-Nya. Maka suaminya itu tiada dapat membantunya sedikit pun dari (siksa) Allah. (QS At-Tahrim : 10)

Cerita tentang bahtera Nuh yang terjadi sekitar 4.800 tahun yang lalu itu banyak muncul dalam buku dan beberapa film. Sejumlah ahli sejarah dari berbagai negara pun telah lama penasaran dan ingin membuktikan kebenaran kisah ini. Untuk memecahkan misteri kapal Nabi Nuh, kelompok peneliti dari Cina dan Turki bergabung dalam ‘Noah’s Ark Ministries International’. Mereka selama bertahun-tahun melakukan misi pencarian sisa-sisa bahtera legendaris itu. Pada tanggal 26 April 2010, para peneliti ini mengumumkan temuan mereka. Bahtera Nabi Nuh ditemukan di Turki! Mereka mengaku menemukan bangkai kapal Nabi Nuh yang berada di ketinggian 4.000 meter di Gunung Agri atau Gunung Ararat, Turki Timur. Wallahu ‘alam bishowab

Menakjubkan: Perahu Nabi Nuh AS Telah Ditemukan Melalui Penelitian Ilmiah (revised and completed)

Umat Nabi Nuh A.S yang ditenggelamkan oleh Allah SWT karena kedurhakaannya seperti dikisahkan dalam Al-Qur’an, sudah menemukan pembuktian kebenarannya secara ilmiah. Sejak tahun 1949, sudah ditemukan lokasinya dan kemudian dilakukan penggalian oleh penelitian tim antropolog yang dipimpin oleh Prof. Ron Wyatt di Turki sejak tahun 1977. Ini adalah sebagian foto-fotonya. ENJOY IT!! (Moef)
______________________________
1. Awal Penemuan
Pemotretan awal oleh Angkatan Udara AS di tahun 1949 tentang adanya benda aneh di atas Gunung Ararat-Turki, dengan ketinggian 14.000 feet (sekitar 4.600 meter).
Kemudian, awal tahun 1960, berita dalam Life Magazine: Pesawat Tentara Nasional Turki menangkap sebuah benda mirip perahu di puncak gunung Ararat yang panjangnya 500 kaki (150 meter) yang diduga perahu Nabi Nuh AS (The Noah’s Ark)
a
a
2. Foto-foto tahun 1999-2000
Seri pemotretan oleh Penerbangan AS IKONOS tahun 1999-2000 tentang dugaan adanya perahu di Gunung Ararat yang tertutup salju.

 

3. Peta Lokasi Perahu Nabi Nuh
a
a
a
6. Pengukuran di Atas Perahu

a
7. Struktur Perahu menurut para arkeolog yang menemukannya
picture3.jpg a
a
8. Bentuk Perahu Nabi Nuh AS
a

The Real Noah’s Ark!
Top Points to Consider

10 Hal Penting untuk Diketahui tentang Perahu Nabi Nuh:!!
  1. It is in the shape of a boat, with a pointed bow and rounded stern. Bentuknya adalah perahu dengan deknya berbentuk bundar/melingkar.
  2. Exact length as noted in biblical description, 515 feet or 300 Egyptian cubits.  (Egyptian not Hebrew cubit would have been known to Moses who studied in Egypt then wrote Genesis.) Panjangnya seperti dinyatakan Bible adalah 515 feet atau 300 cubit Mesir  [± 160 meter.
  3. It rests on a mountain in Eastern Turkey, matching the biblical account, “The ark rested . . . upon the mountains of Ararat” Genesis 8:4.  (Ararat being the name of the ancient country Urartu which covered this region.) Perahu ini terdampar di Timur Turki, akur dengan pernyataan Bible, “Perahu itu terdampar … di atas pegunungan Ararat” (Genesis 8:4). (Ararat adalah sebutan untuk  negara kuno Urartu yang meliputi wilayah ini.
  4. Contains petrified wood, as proven by lab analysis. Dari pengujian laboratotirum, perahu itu adalah kayu yang sudah membatu.
  5. Contains high-tech metal alloy fittings, as proven by separate lab analyses paid for by Ron Wyatt, then performed later by Kevin Fisher of this web site.  Aluminum metal and titanium metal was found in the fittings which are MAN-MADE metals! Dari beberapa pengujian terpisah, bahannya mengandung metal yang sangat kuat dan berteknologi tinggi. Metal alumunium dan titanium ditemukan ditemukan menyatu yang dibuat tangan manusia.
  6. Vertical rib timbers on its sides, comprising the skeletal superstructure of a boat.  Regular patterns of horizontal and vertical deck support beams are also seen on the deck of the ark. Bingkai timah vertikal pada sisi-sisinya menunjukkan kerangka struktur perahu yang canggih. Pola-pola yang sama pada dek horisontal dan vertikal yang memperkuat balok-balok tiang juga terlihat di atas dek perahu.
  7. Occupied ancient village at the ark site at 6,500 ft. elevation matching Flavius Josephus’ statement “Its remains are shown there by the inhabitants to this day.” Lokasi perahu itu menutupi sebuah desa kuno di ketinggian 6.500 kaki (2275 meter.
  8. Dr. Bill Shea, archaeologist found an ancient pottery sherd within 20 yards of the ark which has a carving on it that depicts a bird, a fish, and a man with a hammer wearing a headdress that has the name “Noah” on it.  In ancient times these items were created by the locals in the village to sell to visitors of the ark.  The ark was a tourist attraction in ancient times and today. Dr. Bill Shea, seorang antropolog, menemukan pecahan-pecahan tembikar sekitar 18 meter dari perahu yang memiliki ukiran2 burung, ikan, dan orang memegang palu dengan memakai hiasan kepala yang bertuliskan “Nuh.” Pada zaman kuno, barang-barang tersebut dibuat oleh penduduk lokal di desa itu untuk dijual kepada para pengunjung perahu. Sejak zaman kuno hingga sekarang, perahu tersebut telah menjadi lokasi wisata.
  9. Recognized by Turkish Government as Noah’s Ark National Park and a National Treasure.  Official notice of its discovery appeared in the largest Turkish newspaper in 1987. Sekarang ini lokasi itu dijadikan Taman Nasional Perahu Nabi Nuh dan (Warisan Nasional. Pejabat setempat menyebutkan berita liputan penemuan perahu tersebut muncul dalam koran terbesar Turki pada tahun 1987.
  10. Visitors’ center built by the government to accommodate tourists further confirms the importance of the site. Gedung Pusat Turis dibangun oleh Pemerintah untuk mengakomodasi para turis agar mengetahui pentingnya lokasi tersebut.
  11. 11.  Huge anchor stones were found near the ark and in the village Kazan, 15 miles away, which hung off the rear of the ark to steady its ride. Jangkar batu besar ditemukan dekat perahu di Desa Kazan, berjarak 15 mile (24 meter) yang menggantung di bagian belakang perahu untuk mengokohkan tumpangan.
  12. 12.  The ark rests upon Cesnakidag (or Cudi Dagi) Mountain, which is  translated as “Doomsday” Mountain. Perahu terletak di atas Gunung Cesnakidag yang diartikan sebagai “Gunung Kiamat.”
  13. Dr. Salih Bayraktutan of Ataturk University stated, “It is a man made structure, and for sure it’s Noah’s Ark”  Common Sense. This same article also states “The site is immediately below the mountain of Al Judi, named in the Qur’an as the resting place of the Ark.”  Houd Sura 11:44. Dr. Salih Bayraktutan dari Universitas Ataturk menyatakan “ Perahu ini adalah strukur yang dibuat manusia dan karenanya yakin ini adalah Perahu Nabi Nuh.” Artikel itu juga menyatakan, “Lokasinya di Gunung Judi yang disebut dalam Al-Qur’an sebagai tempat pendaratan bahtera.” Surat Hud ayat 44.
  14. Radar scans show a regular pattern of timbers inside the ark formation, revealing keels, keelsons, gunnels, bulkheads, animal chambers, ramp system, door in right front, two large barrels in the front 14′ x 24′, and an open center area for air flow to all three levels. Scan radar menunjukkan pola timah yang tetap di dalam formasi perahu, ada balok-balok kayu besar di dasar perahu, dinding pemisah, kandang2 binatang, sistem lorong-lorong jalan dalam perahu, pintu bagian depan, dua tong besar berukuran 14’x24’, dan sebuah pusat area terbuka untuk sirkulasi udara untuk tiga tingkat ruangan dalam perahu.

Kisah Nabi Nuh Dalam Al-Qur’an

Banjir Nuh disebutkan dalam banyak ayat di dalam al-Qur’an. Di bawah ini bisa dilihat ayat-ayat yang disusun berdasarkan urut-urutan peristiwa banjir tersebut:
Nabi Nuh Menyeru Kaumnya pada Agama Kebenaran
Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnyalalu ia berkata: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selainNya”.  Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat)”. (Al-A’raf: 59)

Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. (QS. Asy-Syuara’: 107-110)

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya. Lalu ia berkata “Hai kaumku, sembahlah oleh kamu Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepadaNya)?”. (QS. Al-Mukminun: 23)
Peringatan Nabi Nuh kepada kaumnya untuk Menghindari Hukuman dari Allah :

Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan): “Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih”(QS. Nuh: 1)
Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakannya dan yang akan ditimpa azab yang kekal. (QS. Hud:39)
Agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku khawatir kamu akan  ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan. (QS. Hud: 26)

Penolakan kaum Nabi Nuh
Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata: “Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata”. (QS. Al-A’raf: 60)
Mereka berkata: “Hai Nuh sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar. (QS. Hud: 32)
Dan mulailah Nuh membuat bahtera . Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewati Nuh, mereka mengejeknya. Berkata Nuh: “Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami). (QS. Hud: 38)

Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya menjawab: “Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu , yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari kamu . Dan kalau Allah menghendaki , tentu Dia mengutus beberapa orang malaikat. Belum pernah kami mendengar seruan (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu. Ia tidak lain hanyalah seorang laki-laki yang berpenyakit gila, maka tunggulah (sabarlah) terhadapnya sampai suatu waktu. (QS. Al-Mukminun: 24-25)

Sebelum mereka, telah mendustakan (pula) kaum Nuh maka mereka mendustakan hamba Kami (Nuh) dan mengatakan: “Dia seorang gila dan dia sudah pernah diberi ancaman”.(QS. Al-Qamar: 9)
Penghinaan terhadap para pengikut Nabi Nuh

Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: “Kami tidak melihat kamu , melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu , melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta”. (QS. Hud: 27)
Mereka berkata: “Apakah kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti kamu ialah orang-orang yang hina?” Nuh menjawab: “Bagaimana aku mengetahui apa yang telah mereka kerjakan?”. Perhitungan (amal perbuatan) mereka tidak lain hanyalah kepada Tuhanku, kalau kamu menyadari .Dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang beriman. Aku (ini) tidak lain melainkan pemberi peringatan yang menjelaskan. (QS. Asy-Syuara’: 111-115)

Peringatan Allah agar Nabi Nuh tidak Bersedih
Dan diwahyukan kepada Nuh , bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan. (QS. Hud: 36)

Doa Nabi Nuh

Maka itu adakanlah suatu keputusan antaraku dan antara mereka , dan selamatkanlah aku dan orang-orang yang mukmin besertaku. (QS. Asy-Syuara’: 118).
Maka dia mengadu kepada Tuhannya : “bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu tolonglah (aku). (QS. Al-Qamar: 10)

Nuh berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang. Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). (QS. Nuh: 5-6).
Nuh berdoa : “Ya Tuhanku tolonglah aku, karena mereka mendustakan aku.”(QS. Al-Mukminun: 26)
Sesungguhnya Nuh telah menyeru kami : Maka sesungguhnya sebaik-baik yang memperkenankan (adalah Kami).(QS.Ash-Shaffat: 75)

Pembuatan Kapal (Bahtera)
Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami , dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang zalim itu, sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. (QS. Hud: 37)

Penghancuran umat Nabi Nuh dengan cara Ditenggelamkan
Maka mereka mendustakan Nuh , kemudian kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya). (QS. Al-A’raf: 64).
Kemudian sesudah itu Kami tenggelamkan orang-orang yang tinggal. (QS. Asy-Syuara: 120)

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun.Maka mereka ditimpa banjir besar , dan mereka adalah orang-orang yang zalim.(QS.Al-Ankabut:14)
Dibinasakannya Putera Nabi Nuh
Al-Qur’an sehubungan dengan dengan dialog yang terjadi antara Nabi Nuh dan puteranya, pada tahap-tahap awal dari terjadinya banjir mengungkapkan:

Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung, dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat jauh terpencil : “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!”. Nuh berkata : “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang”. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya ; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. (QS. Hud: 42-43)

Diselamatkannya Orang-Orang yang Beriman dari Banjir
Maka Kami selamatkan Nuh dan orang-orang yang besertanya di dalam kapal yang penuh muatan. (QS.Asy-Syuara:119).
Maka kami selamatkan Nuh dan penumpang-penumpang bahtera itu dan kami jadikan peristiwa itu pelajaran bagi semua umat manusia. (QS. Al-Ankabut: 15)

Bentuk Fisik dari Banjir yang Terjadi
Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah .. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan. Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku. (QS. Al-Qamar: 11-13)
Hingga apabila perintah Kami datang dan ‘dapur’(permukaan bumi yang memancarkan air hingga meneyebabkan timbulnya taufan) telah memancarkan air, Kami berfirman: “Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman”. Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit. Dan Nuh berkata: “Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung, dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat jauh terpencil : “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” .(QS. Hud: 40-42)

Lalu Kami wahyukan kepadanya : “Buatlah bahtera di bawah penilikan dan petunjuk Kami, maka apabila perintah Kami telah datang dan ‘tannur’ telah memancarkan air, maka masukkanlah ke dalam bahtera itu sepasang dari tiap-tiap (jenis), dan (juga) keluargamu, kecuali orang yang telah lebih dahulu ditetapkan (akan ditimpa azab) di antara mereka. Dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim, karena sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.(QS. Al-Mukminun: 27)

Terdamparnya Perahu di Tempat yang Tinggi
Dan difirmankan: “Hai bumi tahanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,” dan airpun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: “Binasalah orang-orang yang zalim”. (QS.Hud: 44)

Pelajaran  yang Diambil dari Peristiwa Banjir

Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung) Kami bawa (nenek moyang) kamu ke dalam bahtera, agar Kami jadikan peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar. (QS.Al-Haqqah: 11-12)

Pujian Allah terhadap Nabi Nuh
“Kesejahteraan dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam”. Sesungguhnya demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Ash-Shaffat: 79-81)
Salam…
Semoga Bermanfaat….


Dalil Hadits Kapan Terjadinya Lailatur Qadar PCNU Kota Lubuklinggau

di Posting kembali yang dhoif : Suratman AMK., SKM
 
 
 
Hadits Kapan Terjadinya Lailatur Qadar

إِنِّى أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ ، وَإِنِّى نُسِّيتُهَا ، وَإِنَّهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فِى وِتْرٍ

Sungguh aku diperlihatkan lailatul qadar, kemudian aku dilupakan –atau lupa- maka carilah ia di sepuluh malam terakhir, pada malam-malam yang ganjil. (Muttafaq alaih)

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

Carilah lailatul qadar pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir Ramadhan (HR. Bukhari)

رَأَى رَجُلٌ أَنَّ لَيْلَةَ الْقَدْرِ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- أَرَى رُؤْيَاكُمْ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فَاطْلُبُوهَا فِى الْوِتْرِ مِنْهَا

Seseorang bermimpi bahwa lailatul qadar terjadi pada malam kedua puluh tujuh. Maka Nabi SAW bersabda, "Aku melihat mimpi kalian bertemu pada sepuluh hari terakhir, maka hendaklah ia mencarinya (lailatul Qadar) pada malam-malam ganjil." (HR. Muslim)

أَنَّ رِجَالاً مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - أُرُوا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْمَنَامِ فِى السَّبْعِ الأَوَاخِرِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِى السَّبْعِ الأَوَاخِرِ ، فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيَهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِى السَّبْعِ الأَوَاخِرِ

Sesungguhnya sebagian sahabat Nabi SAW bermimpi lailatul qadar terjadi pada tujuh hari terakhir (Ramadhan). Maka Rasulullah SAW bersabda, "Aku melihat mimpi kalian bertemu pada tujuh malam terakhir, maka barangsiapa yang ingin mencarinya, hendaklah ia mencari pada tujuh malam terakhir." (HR. Bukhari)

الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ - يَعْنِى لَيْلَةَ الْقَدْرِ - فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِى

Carilah ia -lailatul qadar- di sepuluh malam terakhir. Jika salah seorang kalian lemah atau tidak mampu, maka janganlah ia kalah di tujuh malam terakhir. (HR. Muslim)

قَالَ أُبَىٌّ وَاللَّهِ الَّذِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ إِنَّهَا لَفِى رَمَضَانَ - يَحْلِفُ مَا يَسْتَثْنِى - وَوَاللَّهِ إِنِّى لأَعْلَمُ أَىُّ لَيْلَةٍ هِىَ. هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِقِيَامِهَا هِىَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِى صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لاَ شُعَاعَ لَهَا.

Ubay (bin Ka'ab) berkata, "Demi Allah yang tiada tuhan melainkan Dia. Sesungguhnya ia terjadi di bulan Ramadhan. Dan demi Allah sesungguhnya aku mengetahui malam itu. Ia adalah malam yang Rasulullah memerintahkan kami untuk qiyamullail, yaitu malam kedua puluh tujuh. Dan sebagai tandanya adalah pada pagi harinya matahari terbit dengan cahaya putih yang tidak bersinar-sinar menyilaukan." (HR. Muslim)

قَالَ أُبَىٌّ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَاللَّهِ إِنِّى لأَعْلَمُهَا وَأَكْثَرُ عِلْمِى هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِقِيَامِهَا هِىَ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ - وَإِنَّمَا شَكَّ شُعْبَةُ فِى هَذَا الْحَرْفِ - هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.

Ubay (bin Ka'ab) berkata tentang lailatul qadar, "Demi Allah, sesungguhnya aku mengetahui bahwa ia adalah malam yang Rasulullah SAW memerintahkan untuk qiyamullail, yaitu malam dua puluh tujuh (Ramadhan) –Syu'bah (salah seorang perawi) ragu dengan kata "amarana" atau "amarana bihaa". (HR. Muslim)

Selasa, 07 Agustus 2012

Tatacara Niat Puasa di PCNU Kota Lubuklinggau


Niat Puasa

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum

Ustadz, niat puasa Ramadhan yang benar bagaimana? Apakah cukup satu kali untuk 1 bulan penuh atau tiap malam kita selalu niat.
Terima kasih atas jawabannya
Dari: Adi

Jawaban:

Wa’alaikumussalam


Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah Pertanyaan:
Assalamu’alaikum

Ustadz, niat puasa Ramadhan yang benar bagaimana? Apakah cukup satu kali untuk 1 bulan penuh atau tiap malam kita selalu niat.
Terima kasih atas jawabannya
Dari: Adi

Jawaban:

Wa’alaikumussalam

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah
KonsultasiSyariah.com beberapa kali mendapatkan pertanyaan tentang tata cara niat puasa Ramadhan, ada juga yang menanyakan lafadz niat puasa Ramadhan. Semoga keterangan berikut bisa memenuhi apa yang diharapkan.

Pertama, dari mana asal melafalkan niat?
Keterangan yang kami pahami, munculnya anjuran melafalkan niat ketika beribadah, berawal dari kesalah-pahaman terhadap pernyataan Imam As-Syafi’i terkait tata cara shalat. Imam As-Syafi’i pernah menjelaskan:

الصَّلَاةِ لَا تَصِحُّ إلَّا بِالنُّطْقِ

“….shalat itu tidak sah kecuali dengan an-nuthq.” (Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 3:277)
An nuthq artinya berbicara atau mengucapkan. 

Sebagian Syafi’iyah memaknai an nuthq di sini dengan melafalkan niat. Padahal ini adalah salah paham terhadap maksud beliau rahimahullah

Dijelaskan oleh An Nawawi bahwa yang dimaksud dengan an nuthq di sini bukanlah mengeraskan bacaan niat. Namun maksudnya adalah mengucapkan takbiratul ihram. An-Nawawi mengatakan,

قَالَ أَصْحَابُنَا غَلِطَ هَذَا الْقَائِلُ وَلَيْسَ مُرَادُ الشَّافِعِيِّ بِالنُّطْقِ فِي الصَّلَاةِ هَذَا بَلْ مُرَادُهُ التَّكْبِيرُ

“Ulama kami (syafi’iyah) mengatakan, ‘Orang yang memaknai demikian adalah keliru. Yang dimaksud As Syafi’i dengan an nuthq ketika shalat bukanlah melafalkan niat namun maksud beliau adalah takbiratul ihram’.” (Al Majmu’, 3:277).

Kesalahpahaman ini juga dibantah oleh Abul Hasan Al Mawardi As Syafi’i, beliau mengatakan,

فَتَأَوَّلَ ذَلِكَ – الزُّبَيْرِيُّ – عَلَى وُجُوبِ النُّطْقِ فِي النِّيَّةِ ، وَهَذَا فَاسِدٌ 
، وَإِنَّمَا أَرَادَ وُجُوبَ النُّطْق بِالتَّكْبِيرِ

“Az Zubairi telah salah dalam menakwil ucapan Imam Syafi’i dengan wajibnya mengucapkan niat ketika shalat. Ini adalah takwil yang salah, yang dimaksudkan wajibnya mengucapkan adalah ketika ketika takbiratul ihram.” (Al-Hawi Al-Kabir, 2:204).

Karena kesalah-pahaman ini, banyak kiyai yang mengkalim bermadzhab syafiiyah di tempat kita yang mengajarkan lafal niat ketika shalat. Selanjutnya masyarakat memahami bahwa itu juga berlaku untuk semua amal ibadah

Sehingga muncullah lafal niat wudhu, niat tayamum, niat mandi besar, niat puasa, niat zakat, niat sedekah, dst. Sayangnya, pak kiyai tidak mengajarkan lafal niat untuk semua bentuk ibadah. 

Di saat itulah, banyak masyarakat yang kebingungan, bagaimana cara niat ibadah yang belum dia hafal lafalnya?

Itu artinya, anjuran melafalkan niat yang diajarkan sebagian dai, telah menjadi sebab timbulnya keraguan bagi masyarakat dalam kehidupan beragamanya. Padahal ragam ibadah dalam Islam sangat banyak. Tentu saja, masyarakat akan kerepotan jika harus menghafal semua lafal niat tersebut. Padahal bukankah Islam adalah agama yang sangat mudah? Jika demikian, berarti itu bukan bagian dari syariat Islam.

Beberapa waktu yang lalu, KonsultasiSyariah.com mendapat pertanyaan yang cukup aneh, bagaimana lafal niat sahur yang benar? Meskipun pertanyaan ini bukan main-main, namun kami sempat terheran ketika ada orang yang sampai kebingungan dengan niat sahur. 
Bukankah ketika orang itu makan menjelang subuh, dalam rangka berpuasa di siang harinya, bisa dipastikan dia sudah berniat sahur?
Lagi-lagi, menetapkan amal yang tidak disyariatkan, pasti akan memberikan dampak yang lebih buruk dari pada manfaat yang didapatkan.

Kedua, sesungguhnya niat adalah amal hati
Siapapun ulama sepakat dengan hal ini. Niat adalah amal hati, dan bukan amal lisan.
Imam An-Nawawi mengatakan:

النية في جميع العبادات معتبرة بالقلب ولا يكفي فيها نطق اللسان 
مع غفلة القلب ولا يشترط

“Niat dalam semua ibadah yang dinilai adalah hati, dan tidak cukup dengan ucapan lisan sementara hatinya tidak sadar. Dan tidak disyaratkan dilafalkan,…” (Raudhah at-Thalibin, 1:84)

Dalam buku yang sama, beliau juga menegaskan:
لا يصح الصوم إلا بالنية ومحلها القلب ولا يشترط النطق بلا خلاف

“Tidak sah puasa kecuali dengan niat, dan tempatnya adalah hati. Dan tidak disyaratkan harus diucapkan, tanpa ada perselisihan ulama…” (Raudhah at-Thalibin, 1:268)

Dalam I’anatut Thalibin –salah satu buku rujukan bagi syafiiyah di Indonesia–, Imam Abu Bakr ad-Dimyathi As-Syafii juga menegaskan:

أن النية في القلب لا باللفظ، فتكلف اللفظ أمر لا يحتاج إليه

“Sesungguhnya niat itu di hati bukan dengan diucapkan. Memaksakan diri dengan mengucapkan niat, termasuk perbuatan yang tidak butuh dilakukan.” (I’anatut Thalibin, 1:65).

Tentu saja keterangan para ulama dalam hal ini sangat banyak. Semoga 3 keterangan dari ulama syafiiyah di atas, bisa mewakili. Mengingat niat tempatnya di hati, maka memindahkan niat ini di lisan berarti memindahkan amal ibadah bukan pada tempatnya. Dan tentu saja, ini bukan cara yang benar dalam beribadah.

Ketiga, inti niat.
Mengingat niat adalah amal hati, maka inti niat adalah keinginan. Ketika Anda menginginkan untuk melakukan seuatu maka Anda sudah dianggap berniat. Baik amal ibadah maupun selain ibadah. Ketika Anda ingin makan, kemudian Anda mengambil makanan sampai Anda memakannya, maka Anda sudah dianggap niat makan. Demikian halnya ketika Anda hendak shalat dzuhur, Anda mengambil wudhu kemudian berangkat ke masjid di siang hari yang panas, sampai Anda melaksanakan shalat, tentu Anda sudah dianggap berniat.

Artinya modal utama niat adalah kesadaran. Ketika Anda sadar dengan apa yang akan Anda kerjakan, kemudian Anda berkeinginan untuk mengamalkannya maka Anda sudah dianggap berniat. Ketika Anda sadar bahwa besok Ramadhan, kemudian Anda bertekad besok akan puasa maka Anda sudah dianggap berniat. Apalagi jika malam harinya Anda taraweh dan makan sahur. Tentu ibadah semacam ini tidak mungkin Anda lakukan, kecuali karena Anda sadar bahwa esok pagi Anda akan berpuasa Ramadhan. Itulah niat.
Syaikhul Islam pernah ditanya seperti berikut:
Bagaimana penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentang niat puasa Ramadhan; apakah kita harus berniat setiap hari atau tidak?
Jawaban beliau:

كُلُّ مَنْ عَلِمَ أَنَّ غَدًا مِنْ رَمَضَانَ وَهُوَ يُرِيدُ صَوْمَهُ فَقَدْ نَوَى صَوْمَهُ سَوَاءٌ تَلَفَّظَ بِالنِّيَّةِ أَوْ لَمْ يَتَلَفَّظْ . وَهَذَا فِعْلُ عَامَّةِ الْمُسْلِمِينَ كُلُّهُمْ يَنْوِي الصِّيَامَ

“Setiap orang yang tahu bahwa esok hari adalah Ramadhan dan dia ingin berpuasa, maka secara otomatis dia telah berniat berpuasa. Baik dia lafalkan niatnya maupun tidak ia ucapkan. Ini adalah perbuatan kaum muslimin secara umum; setiap muslim berniat untuk berpuasa.” (Majmu’ Fatawa, 6:79)

Keempat, niat puasa Ramadhan
Untuk puasa wajib, seorang muslim wajib berniat sebelum masuk waktu subuh. Hal ini berdasarkan hadis dari Hafshah radhiallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

من لم يُبَيِّتِ الصيامَ من الليل فلا صيامَ له

Barangsiapa yang belum berniat puasa di malam hari (sebelum subuh) maka puasanya batal.” (HR. An Nasa’i dan dishahihkan Al Albani)
Dalam riwayat yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ

Barangsiapa yang belum berniat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Abu Daud, Ibnu khuzaimah, baihaqi)

Ketentuan ini berbeda dengan puasa sunah. Berdasarkan riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui Aisyah di siang hari di luar Ramadhan, kemudian beliau bertyanya:

هَلْ عِنْدَكُمْ غَدَاءٌ؟ وَإِلَّا , فَإِنِّي صَائِمٌ

Apa kamu punya makanan untuk sarapan? Jika tidak, saya tak puasa.” (HR. Nasai, Ad-daruquthni, Ibnu Khuzaimah)

Kelima, apakah boleh berniat puasa langsung 
sebulan penuh, ataukah harus tiap malam mengulang niat?
Pada prinsipnya, ketika Anda sadar bahwan besok pagi mau puasa, maka Anda sudah dianggap berniat. Apalagi jika Anda makan sahur. Bisa dipastikan Anda sudah niat.
Namun bolehkah seseorang melakukan niat di awal Ramadhan untuk berpuasa penuh satu bulan? Sehingga Andaipun dia lupa atau ada faktor lainnya, sehingga tidak sempat berkeinginan puasa, Anda tetap sah puasanya.

Dalam hal ini ulama berbeda pendapat. Insya Allah pendapat yang kuat adalah boleh. Keterangan selengkapnya bisa Anda baca di:
http://www.konsultasisyariah.com/niat-puasa/
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)


ULASAN ULAMA NAHDATUL ULAMA
Imam Zakaria Al-Anshari mendefinisikan niat adalah kesadaran hati melakukan suatu pekerjaan yang dilakukan bersamaan dengan pekerjaan tersebut. Dengan demikian niat tempatnya di hati. Andaikan ada niat yang diucapkan maka itu sifatnya membantu hati dalam melaksanakannya agar lebih khusu' dan lebih terfokus.

Karena niat tempatnya di hati, maka mengucapkan niat dengan bahasa apapun asalkan hatinya sudah ada kesadaran, maka niat sudah terlaksana. Sebaliknya meskipun mengucapkan niat dengan bahasa Arab yang fasih di lisan, namun ketika tidak ada dalam hati maka ia belum terlaksana. Niat puasa juga begitu, pelaksanaannya di dalam hati, adapun redaksi niat puasa yang sering kita baca, yaitu "nawaitu souma ghodi 'an adaa'i fardlis syahri Ramadaana hadzihis sanati lillahi ta'aala" (artinya: aku berniat puasa besok untuk memenuhi kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah) itu hanya untuk membantu hati kita agar dapat melakukannya secara benar.


Fungsi dari niat adalah untuk membedakan antara pekerjaan yang bersifat kebiasaan dengan ibadah. Orang tidak makan dan tidak minum, bisa saja itu karena tujuan medis. Namun dengan niat karena Allah, pekerjaan tersebut bisa menjadi ibadah puasa.


Kapan melaksanakan niat puasa? Ulama sepakat bahwa niat puasa hukumnya wajib. Niat puasa Ramadan atau puasa wajib bahkan harus dilaksanakan di malam harinya. Dalam hadist riwayat Hafsah r.a. Rasulullah s.a.w. bersabda "Barangsiapa tidak niat puasa sebelum fajar maka puasanya tidak sah" (h.r. Huzaimah). Mayoritas ulama juga berpendapat bahwa niat harus dilaksanakan setiap malam untuk puasa hari berikutnya. Hanya riwayat dari Imam Malik yang memperbolehkan niat puasa cukup sekali dalam sebulan yaitu pada hari pertama, karena pada dasarnya setiap umat Islam sudah mempunyai niat untuk melaksanakan puasa Ramadan satu bulan penuh.


Maka ada baiknya setiap malam kita malakukan niat puasa Ramadan ini. Itu karena setiap hari dari bulan Ramadan adalah ibadah tersendiri dan setiap ibadah memerlukan niat.


Adapun puasa sunnah, niat tidak wajib dilaksanakan pada malam hari. Itu karena keinginan melaksanakan puasa sunnah kadang muncul di pagi hari. Dari Aisyah r.a. Suatu hari Rasulullah s.a.w. datang ke rumahku lalu beliau bertanya: Apa kalian punya makanan? Aku jawab: "Tidak". Lalu beliau berkata: "Kalau begitu aku puasa". Hari yang lain beliau datang lalu kami katakan: "Wahai Rasulullah kami diberi kue kurma oleh seseorang", lalu beliau menjawab "Hidangkanlah, sebenarnya tadi pagi aku niat berpuasa" lalu beliau memakannya. (h.r. Muslim). Itu menunjukkan bahwa niat puasa sunnah lebih fleksibel ketentuannya, bisa dilaksanakan pada pagi hari. Begitu juga membatalkan puasa sunnah karena pertimbangan tertentu, hukumnya juga fleksibel.


Namun para ulama memberi ketentuan bahwa boleh memunculkan niat puasa sunnah asalkan sebelum matahari bergelincir, alias sebelum waktu Dhuhur. Mudah-mudahan uraian di atas bermanfaat.

Doa Niat Puasa Ramadhan

Disunnahkan membaca do‘a yg ma‘tsur dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berbuka puasa.
Do‘a orang yg puasa & berbuka termasuk doa yg tdk tertolak.

لِلصَّائِمِ عِنْدَ فِطْرِهِ دَعْوَةٌ لاَ تُرَدُّ
Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Bagi orang yg berpuasa ketika sedang berbuka ada doa yg tdk akan ditolak.. (HR Tirmidzy)
Teks doa yg diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam antara lain:
اللَّهُمَّ إِنيِّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ وَبِكَ آمَنْتُ
“Ya Allah, kpd Engkaulah aku berpuasa & dgn rizki dari-Mu aku berbuka”. [Didasarkan pd riwayat Abu Daud & Al-Baihaqy]
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ العُرُوقُ َوثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ الله تعالى
“Telah hilang haus & telah basah tenggorakan & telah pasti balasan Insya Allah.” [Lafaz doa ini didasarkan atas hadits Abu Daud 2358 & An-Nasa`i 3329 serta Al-Hakim: 1/422)].

Niat Mandi Sunat Awal Ramadhan

نَوَيْتُ الغُسْلَ لِدُخُوْلِ رَمَضَانَ سُنَّةً ِللهِ تَعَالَى
“saya berniat mandi sunat bulan Ramadhan karena Allah Ta’ala

Doa Menjumpai Malam Pertama Bulan Ramadhan

رَبِّى وَرَبَّكَ اللهُ هِلاَلُ خَيْرَ وَرُشْدٍِ اَللَّهُمَّ اَهْلِهُ عَلَيْنَا بِالسَّلاَمَةِ وَالاِسْلاَمِ وَالاَمْنِ وَالاِيْمَانِ
“Tuhanku & Tuhanmu adl Allah, ia adl bulan sabit kebajikan & petunjuk. Ya Allah terbitkanlah ia atas kami dgn kesejahteraan, Islam, aman & iman”.

Niat Puasa Ramadhan

 

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍّ عَنْ اَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ ِللهِ تَعَالَى

“Aku niat berpuasa esok hari utk menunaikan kewajiban bulan ramadhan tahun ini karena Allah Ta’ala

Do’a Berbuka Puasa

اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ ءَامَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ اَفْطَرْتُ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ
 الرَّاحِمِيْنَ
“ya Allah karena engkau saya berpuasa & kpd engkau aku beriman & atas rezeki yg engkau beriman saya berbuka, dgn rahmat-Mu wahai Dzat yg Maha Pengasih dari semua yg pengasih”

NIAT ITU HARUS MEMENUHI UNSUR 
1. QOSDU... MENYENGAJA
2. TA'ARUDH...MENYEBUTKAN JENIS IBADAH YANG DILAKUKAN ITU FARDU ATAU SUNNAH
3. TA'YIN ...IBADAH ITU DILAKUKAN SECARA TUNAI ATAU MEMBAYAR (QODO')

MAKA JIKA TELAH MEMENUHI UNSUR INI DAN DILAFAZKAN DI DALAM HATI IBADAH  TERSEBUT SYAH KEBIASAAN MELAFAZKAN SECARA ZAHAR BERSAMA-SAMA ADALAH KEBIASAAN YANG BAIK UNTUK MENUNTUN HATI AGAR LEBIH MUDAH DALAM BERNIAT.
 
Wallahu A'lam.
Wassalam

Lihat juga penjelasan dari : Ustadz Muhammad Niam, LLM


Ada seorang ustadz yg mengatakan bahwa hadits tentang pembagian Ramadhan menjadi 3 itu dhaif. Padahal hadits itu sangat populer disampaikan di bulan Ramadhan. Kalau tdk salah bunyinya seperti ini:
Ramadhan itu awalnya adl rahmat, tengahnya adl maghfirah (ampunan) & akhirnya adl pembebasan dari api neraka.

Benarkah klaim ustadz tersebut? Dan kalau benar, apa status hadits itu? Demikian terima kasih byk ustadz
Jawaban
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Hadits yg anda tanyakan kedudukannya itu memang sangat populer di tengah masyarakat, khususnya selama bulan Ramadhan. Dengan hadits itu, para penceramah byk mengajak orang-orang agar memanfaatkan bulan Ramadhan utk khusyu’ beribadah, agar mendapatkan 3 hal tersebut. Yaitu rahmah dari Allah, ampunan-Nya serta pembebasan dari neraka.
Namun menarik sekali apa yg disampaikan oleh ustadz yg antum ceritakan bahwa ternyata menurut beliau hadits itu bermasalah dari sanad & kekuatannya jalur periwayatannya. Betulkah?
Kami berupaya membolak balik beberapa literatur serta tulisan dari para ulama ahli hadits terkait dgn haditsi ini. Kami menemukan uraian yg menarik dari seorang ustadz ahli hadits di Indonesia, yaitu Al-Ustadz Prof. Ali Mustafa Ya’qub, MA.
Menurut beliau, hadits itu memang bermasalah dari segi periwayatannya. Sebenarnya hadits ini diriwayatkan tdk hanya lewat satu jalur saja, namun ada 2 jalur. Sayangnya, menurut beliau, kedua jalur itu tetap saja bermasalah.
Salah satu jalur periwayatan haditsi ini versinya demikian:

أَوَّلُ شَهْرِ رَمَضَان رَحْمَة وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَة وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّار

Bulan Ramadhan, awalnya rahmah, tengah-tengahnya maghfirah & akhirnya adalah pembebasan dari neraka.

Hadits ini diriwayatkan oleh Al-’Uqaili dalam 
kitab khusus tentang hadits dha’if yg berjudul Adh-Dhu’afa’. Juga diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadi dalam kitabnya Tarikh Baghdad. Serta diriwayatkan juga oleh Ibnu Adiy, Ad-Dailami, & Ibnu Asakir.
Mereka Yang Mendhaifkan di antara para muhadditsin (ahli hadits) yg mempermasalahkan riwayat ini antara lain:
  1. Imam As-Suyuthi Beliau mengatakan bahwa hadits ini dhaif (lemah periwayatannya).
  2. Syeikh Al-Albani 
  3. Beliau mengatakan bahwa riwayat ini statusnya munkar. Jadi sebenarnya antara keduanya tdk terjadi pertentangan. Hadits munkar sebenarnya termasuk ke dalam jajaran hadits dhaif juga. Sebagai hadits munkar, dia menempati urutan ketiga setelah hadits matruk (semi palsu) & maudhu’ (palsu).

    Sementara sanadnya adalah:

    1. Sallam bin Sawwar 2. dari Maslamah bin Shalt 3. dari Az-Zuhri 4. dari Abu Salamah 5. dari Abu Hurairah 6. dari nabi SAW. Dari rangkaian para perawi di atas, perawi yg pertama & kedua bermasalah. Yaitu Sallam bin Sawwar & Maslamah bin Shalt.
    Sallam bin Sawwar disebut oleh Ibnu Ady, seorang kritikus hadits, sbg munkarul hadits. Sedangkan oleh Imam Ibnu Hibban, dikatakan bahwa haditsnya tdk bisa dijadikan hujjah (pegangan), kecuali bila ada rawi lain yg meriwayatkan haditsnya. Perkataan Ibnu Hibban ini bisa kita periksa dalam kitab Al-Majruhin.

    Sedangkan Maslamah bin Shalt adalah seorang yg matruk, sebagaimana komentar Abu Hatim. Secara etimologis, matruk berarti ditinggalkan. Sedangkan menurut terminologi hadits, hadits matruk adl hadits yangdalam sanadnya ada rawi yg pendusta. Dan hadits matruk adl ‘adik’ dari hadits maudhu’ (palsu).

    Bedanya, kalau hadits maudhu’ itu perawinya adl seorang pendusta, sedangkan hadits matruk itu perawinya sehari-hari sering berdusta. Kira-kira hadits matruk itu boleh dibilang semi maudhu’.
Kesimpulannnya, hadits ini punya 2 gelar. Pertama, gelarnya adl hadits munkar karena adanya Sallam bin Sawwar. Gelar kedua adl hadits matruk karena adanya Maslamah bin Shalat.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.





1). Lafaz niat puasa fardhu Ramadhan :

نويت صوم غد عن أداء فرض شهررمضان هذه السنة لله تعالى .

Artinya :
niat aku puasa esok hari menunaikan fardhu Ramadhan tahun ini kerana Allah Ta'ala.

2). Lafaz niat puasa Qhada’Ramadhan :


نويت صوم غد عن قضاء فرض رمضان لله تعالى .

Artinya :
niat aku puasa esok hari kerana ganti fardhu Ramadhan kerana Allah Ta'ala.

Doa Ketika Berbuka Puasa:


اللهم لك صمت وبك آمنت وعلى رزقك أفطرت برحمتك ياأرحم الراحمين.

Artinya :
Ya Tuhanku keranamu jua aku berpuasa dan denganmu aku beriman dan di atas rezekimu aku berbuka dengan belas kasihanmu Ya Allah yang amat mengasihani.

Qhada’ Puasa Ramadhan
Ialah:
menggantikan puasa yang terbatal pada baulan Ramadhan diatas sebab-sebab yang diharuskan berbuka oleh syara’
Hukum Qada’ Puasa Ramadhan
 
Wajib menggantikan puasa Ramadhan bagi yang membatalkan puasa Ramadhannya kerena keuzuran ataupun tanpa sebarang keuzuran. Firman Allah Ta’ala:

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَخَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

ayy aa man ma'duud aa tinfaman k aa na minkum marii dh an aw 'al aa safarin fa'iddatun min ayy aa min ukhara wa'al aa al la dz iina yu th iiquunahu fidyatun th a' aa mu miskiinin faman ta th awwa'a khayran fahuwa khayrun lahu wa-an ta sh uumuu khayrun lakum in kuntum ta'lamuun a



Maksudnya :
“(Puasa yang diwajibkan itu ialah) beberapa hari yang tertentu maka siapa diantara kamu yang sakit atau dalam musafir (bolehlah ia berbuka) kemudian wajiblah ia berpuasa sebanyak (hari yang dibuka) itu pada hari-hari yang lain dan wajib ke atas orang-orang yang tidak berdaya berpuasa (kerana tuanya dan sebagainya) membayar fidyah yaitu memberi makan orang miskin (secupak bagi tiap-tiap satu hari yang tidak dikerjakan puasa) maka siapa yang dengan sukarela memberikan (bayaran fidyah) lebih dari yang di tentukan itu maka itu adalah suatu kebaikan baginya dan (walaupun demikian) berpuasa itu lebihbaik bagi kamu (daripada memberi fidyah) kalau kamu mengetahui ”. (Surah Al-Baqarah Ayat 184).

PERTANYAAN :
Niat puasa....S
esuai ta,rifnya QOSHDU SYAIN MUQTARONAN BIFI'LIH
niat suatu perkara dengan di barengi mengerjaka n nya...
Niat sholat,wud
hu,adus dll tpi bagaimana dengan Niat puasa ?

Kenapa niat nya harus tengah malam,pada
hal puasa nya baru stlah keluar pajar ?

JAWABAN :


niat puasa wajib adalah harus malam hari, dan ketentuan ini adalah pengecuali
an dari ta'rif niat yg anda sampekan tersebut.
bahkan kalau seseorang ketika melakukan niat puasa wajib kok bareng dengan fajar, maka menurt qoul yg Ashoh puasanya tidak sah...
lihat Asybah wa an-Nadzoir
juz 1 hlm 60.

>> Najwa Asnawi 


قال: [ ولا يجزئه صيام فرض حتى ينويه أي وقت كان من الليل ] وجملته أنه لا يصح صوم إلا بنية إجماعا فرضا كان أو تطوعا, لأنه عبادة محضة فافتقر إلى النية كالصلاة, ثم إن كان فرضا كصيام رمضان في أدائه أو قضائه والنذر والكفارة اشترط أن ينويه من اللي ل عند إمامنا ومالك, والشافعي وقال أبو حنيفة: يجزئ صيام رمضان وكل صوم متعين بنية من النهار لأن النبي -صلى الله عليه وسلم- أرسل غداة عاشوراء إلى قرى الأنصار التي حول المدينة: (من كان أصبح صائما فليتم صومه ومن كان أصبح مفطرا فليصم بقية يومه, ومن لم يكن أكل فليصم) متفق عليه وكان صوما واجبا متعينا ولأنه غير ثابت في الذمة فهو كالتطوع
المغنيموفق الدين أبو محمد عبد الله بن قدامة المقدسي الحنبلي

  Lihat bab niat puasa


>> Sunde Pati 


أسنى المطالب في شرح روض الطالب - (ج 1 / ص 28)وَإِنَّمَا لم يُوجِبُوا الْمُقَارَنَةَ في الصَّوْمِ لِعُسْرِ مُرَاقَبَةِ الْفَجْرِ وَتَطْبِيقِ النِّيَّةِ عليه

Dan sesung
guhnya tidak wajib muqoronah / mbarengno niat pada puasa karena sulitnya meniti/ mengantisipasi/nginjen2 fajar dan menyesuaikannya
asnal matholib juz 1 hal 28

tuhfatul muhtaj

تحفة المحتاج في شرح المنهاج - (ج 2 / ص 341)
( قَوْلُهُ : مُقْتَرِنًا بِفِعْلِهِ ) أَيْ فِعْلِ ذَلِكَ الشَّيْءِ فَيَجِبُ اقْتِرَانُهَا بِفِعْلِ الشَّيْءِ الْمَنْوِيِّ إلَّا فِي الصَّوْمِ فَلَا يَجِبُ فِيهِ الِاقْتِرَانُ بَلْ لَوْ فَرَضَ وَأَوْقَعَ النِّيَّةَ فِيهِ مُقَارِنَةً لِلْفَجْرِ لَمْ يَصِحَّ لِوُجُوبِ التَّبْيِيتِ فِي الْفَرْضِ فَهُوَ مُسْتَثْنًى مِنْ وُجُوبِ الِاقْتِرَانِ أَوْ أَنَّ الشَّارِعَ أَقَامَ فِيهِ الْعَزْمَ مَقَامَ النِّيَّةِ لِعُسْرِ مُرَاقَبَةِ الْفَجْرِ ، وَهُوَ الصَّحِيحُ شَيْخُنَا عِبَارَةُ سم .قَوْلُهُ مُقْتَرِنًا بِفِعْلِهِ اعْتِبَارُ الِاقْتِرَانِ فِي مَفْهُومِ النِّيَّةِ يَشْكُلُ بِتَحَقُّقِهَا بِدُونِهِ فِي الصَّوْمِ وَلَا مَعْنَى لِلِاسْتِثْنَاءِ فِي أَجْزَاءِ الْمَفْهُومِ
hasyiyah qolyubi

حاشية قليوبي - (ج 2 / ص 66)

( لما تعذر اقترانها ) لعل المراد لما تعذر صحة الصوم مع اقترانها لأنه جزء من النهار , ولو كان مراده مشقة الاقتران لقال لعسر مراقبة الفجر كما قاله غيره

Wallaahu A'laamu Bis Showaab