Selasa, 07 Agustus 2012

Tatacara Niat Puasa di PCNU Kota Lubuklinggau


Niat Puasa

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum

Ustadz, niat puasa Ramadhan yang benar bagaimana? Apakah cukup satu kali untuk 1 bulan penuh atau tiap malam kita selalu niat.
Terima kasih atas jawabannya
Dari: Adi

Jawaban:

Wa’alaikumussalam


Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah Pertanyaan:
Assalamu’alaikum

Ustadz, niat puasa Ramadhan yang benar bagaimana? Apakah cukup satu kali untuk 1 bulan penuh atau tiap malam kita selalu niat.
Terima kasih atas jawabannya
Dari: Adi

Jawaban:

Wa’alaikumussalam

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah
KonsultasiSyariah.com beberapa kali mendapatkan pertanyaan tentang tata cara niat puasa Ramadhan, ada juga yang menanyakan lafadz niat puasa Ramadhan. Semoga keterangan berikut bisa memenuhi apa yang diharapkan.

Pertama, dari mana asal melafalkan niat?
Keterangan yang kami pahami, munculnya anjuran melafalkan niat ketika beribadah, berawal dari kesalah-pahaman terhadap pernyataan Imam As-Syafi’i terkait tata cara shalat. Imam As-Syafi’i pernah menjelaskan:

الصَّلَاةِ لَا تَصِحُّ إلَّا بِالنُّطْقِ

“….shalat itu tidak sah kecuali dengan an-nuthq.” (Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 3:277)
An nuthq artinya berbicara atau mengucapkan. 

Sebagian Syafi’iyah memaknai an nuthq di sini dengan melafalkan niat. Padahal ini adalah salah paham terhadap maksud beliau rahimahullah

Dijelaskan oleh An Nawawi bahwa yang dimaksud dengan an nuthq di sini bukanlah mengeraskan bacaan niat. Namun maksudnya adalah mengucapkan takbiratul ihram. An-Nawawi mengatakan,

قَالَ أَصْحَابُنَا غَلِطَ هَذَا الْقَائِلُ وَلَيْسَ مُرَادُ الشَّافِعِيِّ بِالنُّطْقِ فِي الصَّلَاةِ هَذَا بَلْ مُرَادُهُ التَّكْبِيرُ

“Ulama kami (syafi’iyah) mengatakan, ‘Orang yang memaknai demikian adalah keliru. Yang dimaksud As Syafi’i dengan an nuthq ketika shalat bukanlah melafalkan niat namun maksud beliau adalah takbiratul ihram’.” (Al Majmu’, 3:277).

Kesalahpahaman ini juga dibantah oleh Abul Hasan Al Mawardi As Syafi’i, beliau mengatakan,

فَتَأَوَّلَ ذَلِكَ – الزُّبَيْرِيُّ – عَلَى وُجُوبِ النُّطْقِ فِي النِّيَّةِ ، وَهَذَا فَاسِدٌ 
، وَإِنَّمَا أَرَادَ وُجُوبَ النُّطْق بِالتَّكْبِيرِ

“Az Zubairi telah salah dalam menakwil ucapan Imam Syafi’i dengan wajibnya mengucapkan niat ketika shalat. Ini adalah takwil yang salah, yang dimaksudkan wajibnya mengucapkan adalah ketika ketika takbiratul ihram.” (Al-Hawi Al-Kabir, 2:204).

Karena kesalah-pahaman ini, banyak kiyai yang mengkalim bermadzhab syafiiyah di tempat kita yang mengajarkan lafal niat ketika shalat. Selanjutnya masyarakat memahami bahwa itu juga berlaku untuk semua amal ibadah

Sehingga muncullah lafal niat wudhu, niat tayamum, niat mandi besar, niat puasa, niat zakat, niat sedekah, dst. Sayangnya, pak kiyai tidak mengajarkan lafal niat untuk semua bentuk ibadah. 

Di saat itulah, banyak masyarakat yang kebingungan, bagaimana cara niat ibadah yang belum dia hafal lafalnya?

Itu artinya, anjuran melafalkan niat yang diajarkan sebagian dai, telah menjadi sebab timbulnya keraguan bagi masyarakat dalam kehidupan beragamanya. Padahal ragam ibadah dalam Islam sangat banyak. Tentu saja, masyarakat akan kerepotan jika harus menghafal semua lafal niat tersebut. Padahal bukankah Islam adalah agama yang sangat mudah? Jika demikian, berarti itu bukan bagian dari syariat Islam.

Beberapa waktu yang lalu, KonsultasiSyariah.com mendapat pertanyaan yang cukup aneh, bagaimana lafal niat sahur yang benar? Meskipun pertanyaan ini bukan main-main, namun kami sempat terheran ketika ada orang yang sampai kebingungan dengan niat sahur. 
Bukankah ketika orang itu makan menjelang subuh, dalam rangka berpuasa di siang harinya, bisa dipastikan dia sudah berniat sahur?
Lagi-lagi, menetapkan amal yang tidak disyariatkan, pasti akan memberikan dampak yang lebih buruk dari pada manfaat yang didapatkan.

Kedua, sesungguhnya niat adalah amal hati
Siapapun ulama sepakat dengan hal ini. Niat adalah amal hati, dan bukan amal lisan.
Imam An-Nawawi mengatakan:

النية في جميع العبادات معتبرة بالقلب ولا يكفي فيها نطق اللسان 
مع غفلة القلب ولا يشترط

“Niat dalam semua ibadah yang dinilai adalah hati, dan tidak cukup dengan ucapan lisan sementara hatinya tidak sadar. Dan tidak disyaratkan dilafalkan,…” (Raudhah at-Thalibin, 1:84)

Dalam buku yang sama, beliau juga menegaskan:
لا يصح الصوم إلا بالنية ومحلها القلب ولا يشترط النطق بلا خلاف

“Tidak sah puasa kecuali dengan niat, dan tempatnya adalah hati. Dan tidak disyaratkan harus diucapkan, tanpa ada perselisihan ulama…” (Raudhah at-Thalibin, 1:268)

Dalam I’anatut Thalibin –salah satu buku rujukan bagi syafiiyah di Indonesia–, Imam Abu Bakr ad-Dimyathi As-Syafii juga menegaskan:

أن النية في القلب لا باللفظ، فتكلف اللفظ أمر لا يحتاج إليه

“Sesungguhnya niat itu di hati bukan dengan diucapkan. Memaksakan diri dengan mengucapkan niat, termasuk perbuatan yang tidak butuh dilakukan.” (I’anatut Thalibin, 1:65).

Tentu saja keterangan para ulama dalam hal ini sangat banyak. Semoga 3 keterangan dari ulama syafiiyah di atas, bisa mewakili. Mengingat niat tempatnya di hati, maka memindahkan niat ini di lisan berarti memindahkan amal ibadah bukan pada tempatnya. Dan tentu saja, ini bukan cara yang benar dalam beribadah.

Ketiga, inti niat.
Mengingat niat adalah amal hati, maka inti niat adalah keinginan. Ketika Anda menginginkan untuk melakukan seuatu maka Anda sudah dianggap berniat. Baik amal ibadah maupun selain ibadah. Ketika Anda ingin makan, kemudian Anda mengambil makanan sampai Anda memakannya, maka Anda sudah dianggap niat makan. Demikian halnya ketika Anda hendak shalat dzuhur, Anda mengambil wudhu kemudian berangkat ke masjid di siang hari yang panas, sampai Anda melaksanakan shalat, tentu Anda sudah dianggap berniat.

Artinya modal utama niat adalah kesadaran. Ketika Anda sadar dengan apa yang akan Anda kerjakan, kemudian Anda berkeinginan untuk mengamalkannya maka Anda sudah dianggap berniat. Ketika Anda sadar bahwa besok Ramadhan, kemudian Anda bertekad besok akan puasa maka Anda sudah dianggap berniat. Apalagi jika malam harinya Anda taraweh dan makan sahur. Tentu ibadah semacam ini tidak mungkin Anda lakukan, kecuali karena Anda sadar bahwa esok pagi Anda akan berpuasa Ramadhan. Itulah niat.
Syaikhul Islam pernah ditanya seperti berikut:
Bagaimana penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentang niat puasa Ramadhan; apakah kita harus berniat setiap hari atau tidak?
Jawaban beliau:

كُلُّ مَنْ عَلِمَ أَنَّ غَدًا مِنْ رَمَضَانَ وَهُوَ يُرِيدُ صَوْمَهُ فَقَدْ نَوَى صَوْمَهُ سَوَاءٌ تَلَفَّظَ بِالنِّيَّةِ أَوْ لَمْ يَتَلَفَّظْ . وَهَذَا فِعْلُ عَامَّةِ الْمُسْلِمِينَ كُلُّهُمْ يَنْوِي الصِّيَامَ

“Setiap orang yang tahu bahwa esok hari adalah Ramadhan dan dia ingin berpuasa, maka secara otomatis dia telah berniat berpuasa. Baik dia lafalkan niatnya maupun tidak ia ucapkan. Ini adalah perbuatan kaum muslimin secara umum; setiap muslim berniat untuk berpuasa.” (Majmu’ Fatawa, 6:79)

Keempat, niat puasa Ramadhan
Untuk puasa wajib, seorang muslim wajib berniat sebelum masuk waktu subuh. Hal ini berdasarkan hadis dari Hafshah radhiallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

من لم يُبَيِّتِ الصيامَ من الليل فلا صيامَ له

Barangsiapa yang belum berniat puasa di malam hari (sebelum subuh) maka puasanya batal.” (HR. An Nasa’i dan dishahihkan Al Albani)
Dalam riwayat yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ

Barangsiapa yang belum berniat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Abu Daud, Ibnu khuzaimah, baihaqi)

Ketentuan ini berbeda dengan puasa sunah. Berdasarkan riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui Aisyah di siang hari di luar Ramadhan, kemudian beliau bertyanya:

هَلْ عِنْدَكُمْ غَدَاءٌ؟ وَإِلَّا , فَإِنِّي صَائِمٌ

Apa kamu punya makanan untuk sarapan? Jika tidak, saya tak puasa.” (HR. Nasai, Ad-daruquthni, Ibnu Khuzaimah)

Kelima, apakah boleh berniat puasa langsung 
sebulan penuh, ataukah harus tiap malam mengulang niat?
Pada prinsipnya, ketika Anda sadar bahwan besok pagi mau puasa, maka Anda sudah dianggap berniat. Apalagi jika Anda makan sahur. Bisa dipastikan Anda sudah niat.
Namun bolehkah seseorang melakukan niat di awal Ramadhan untuk berpuasa penuh satu bulan? Sehingga Andaipun dia lupa atau ada faktor lainnya, sehingga tidak sempat berkeinginan puasa, Anda tetap sah puasanya.

Dalam hal ini ulama berbeda pendapat. Insya Allah pendapat yang kuat adalah boleh. Keterangan selengkapnya bisa Anda baca di:
http://www.konsultasisyariah.com/niat-puasa/
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)


ULASAN ULAMA NAHDATUL ULAMA
Imam Zakaria Al-Anshari mendefinisikan niat adalah kesadaran hati melakukan suatu pekerjaan yang dilakukan bersamaan dengan pekerjaan tersebut. Dengan demikian niat tempatnya di hati. Andaikan ada niat yang diucapkan maka itu sifatnya membantu hati dalam melaksanakannya agar lebih khusu' dan lebih terfokus.

Karena niat tempatnya di hati, maka mengucapkan niat dengan bahasa apapun asalkan hatinya sudah ada kesadaran, maka niat sudah terlaksana. Sebaliknya meskipun mengucapkan niat dengan bahasa Arab yang fasih di lisan, namun ketika tidak ada dalam hati maka ia belum terlaksana. Niat puasa juga begitu, pelaksanaannya di dalam hati, adapun redaksi niat puasa yang sering kita baca, yaitu "nawaitu souma ghodi 'an adaa'i fardlis syahri Ramadaana hadzihis sanati lillahi ta'aala" (artinya: aku berniat puasa besok untuk memenuhi kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah) itu hanya untuk membantu hati kita agar dapat melakukannya secara benar.


Fungsi dari niat adalah untuk membedakan antara pekerjaan yang bersifat kebiasaan dengan ibadah. Orang tidak makan dan tidak minum, bisa saja itu karena tujuan medis. Namun dengan niat karena Allah, pekerjaan tersebut bisa menjadi ibadah puasa.


Kapan melaksanakan niat puasa? Ulama sepakat bahwa niat puasa hukumnya wajib. Niat puasa Ramadan atau puasa wajib bahkan harus dilaksanakan di malam harinya. Dalam hadist riwayat Hafsah r.a. Rasulullah s.a.w. bersabda "Barangsiapa tidak niat puasa sebelum fajar maka puasanya tidak sah" (h.r. Huzaimah). Mayoritas ulama juga berpendapat bahwa niat harus dilaksanakan setiap malam untuk puasa hari berikutnya. Hanya riwayat dari Imam Malik yang memperbolehkan niat puasa cukup sekali dalam sebulan yaitu pada hari pertama, karena pada dasarnya setiap umat Islam sudah mempunyai niat untuk melaksanakan puasa Ramadan satu bulan penuh.


Maka ada baiknya setiap malam kita malakukan niat puasa Ramadan ini. Itu karena setiap hari dari bulan Ramadan adalah ibadah tersendiri dan setiap ibadah memerlukan niat.


Adapun puasa sunnah, niat tidak wajib dilaksanakan pada malam hari. Itu karena keinginan melaksanakan puasa sunnah kadang muncul di pagi hari. Dari Aisyah r.a. Suatu hari Rasulullah s.a.w. datang ke rumahku lalu beliau bertanya: Apa kalian punya makanan? Aku jawab: "Tidak". Lalu beliau berkata: "Kalau begitu aku puasa". Hari yang lain beliau datang lalu kami katakan: "Wahai Rasulullah kami diberi kue kurma oleh seseorang", lalu beliau menjawab "Hidangkanlah, sebenarnya tadi pagi aku niat berpuasa" lalu beliau memakannya. (h.r. Muslim). Itu menunjukkan bahwa niat puasa sunnah lebih fleksibel ketentuannya, bisa dilaksanakan pada pagi hari. Begitu juga membatalkan puasa sunnah karena pertimbangan tertentu, hukumnya juga fleksibel.


Namun para ulama memberi ketentuan bahwa boleh memunculkan niat puasa sunnah asalkan sebelum matahari bergelincir, alias sebelum waktu Dhuhur. Mudah-mudahan uraian di atas bermanfaat.

Doa Niat Puasa Ramadhan

Disunnahkan membaca do‘a yg ma‘tsur dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berbuka puasa.
Do‘a orang yg puasa & berbuka termasuk doa yg tdk tertolak.

لِلصَّائِمِ عِنْدَ فِطْرِهِ دَعْوَةٌ لاَ تُرَدُّ
Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Bagi orang yg berpuasa ketika sedang berbuka ada doa yg tdk akan ditolak.. (HR Tirmidzy)
Teks doa yg diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam antara lain:
اللَّهُمَّ إِنيِّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ وَبِكَ آمَنْتُ
“Ya Allah, kpd Engkaulah aku berpuasa & dgn rizki dari-Mu aku berbuka”. [Didasarkan pd riwayat Abu Daud & Al-Baihaqy]
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ العُرُوقُ َوثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ الله تعالى
“Telah hilang haus & telah basah tenggorakan & telah pasti balasan Insya Allah.” [Lafaz doa ini didasarkan atas hadits Abu Daud 2358 & An-Nasa`i 3329 serta Al-Hakim: 1/422)].

Niat Mandi Sunat Awal Ramadhan

نَوَيْتُ الغُسْلَ لِدُخُوْلِ رَمَضَانَ سُنَّةً ِللهِ تَعَالَى
“saya berniat mandi sunat bulan Ramadhan karena Allah Ta’ala

Doa Menjumpai Malam Pertama Bulan Ramadhan

رَبِّى وَرَبَّكَ اللهُ هِلاَلُ خَيْرَ وَرُشْدٍِ اَللَّهُمَّ اَهْلِهُ عَلَيْنَا بِالسَّلاَمَةِ وَالاِسْلاَمِ وَالاَمْنِ وَالاِيْمَانِ
“Tuhanku & Tuhanmu adl Allah, ia adl bulan sabit kebajikan & petunjuk. Ya Allah terbitkanlah ia atas kami dgn kesejahteraan, Islam, aman & iman”.

Niat Puasa Ramadhan

 

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍّ عَنْ اَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ ِللهِ تَعَالَى

“Aku niat berpuasa esok hari utk menunaikan kewajiban bulan ramadhan tahun ini karena Allah Ta’ala

Do’a Berbuka Puasa

اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ ءَامَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ اَفْطَرْتُ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ
 الرَّاحِمِيْنَ
“ya Allah karena engkau saya berpuasa & kpd engkau aku beriman & atas rezeki yg engkau beriman saya berbuka, dgn rahmat-Mu wahai Dzat yg Maha Pengasih dari semua yg pengasih”

NIAT ITU HARUS MEMENUHI UNSUR 
1. QOSDU... MENYENGAJA
2. TA'ARUDH...MENYEBUTKAN JENIS IBADAH YANG DILAKUKAN ITU FARDU ATAU SUNNAH
3. TA'YIN ...IBADAH ITU DILAKUKAN SECARA TUNAI ATAU MEMBAYAR (QODO')

MAKA JIKA TELAH MEMENUHI UNSUR INI DAN DILAFAZKAN DI DALAM HATI IBADAH  TERSEBUT SYAH KEBIASAAN MELAFAZKAN SECARA ZAHAR BERSAMA-SAMA ADALAH KEBIASAAN YANG BAIK UNTUK MENUNTUN HATI AGAR LEBIH MUDAH DALAM BERNIAT.
 
Wallahu A'lam.
Wassalam

Lihat juga penjelasan dari : Ustadz Muhammad Niam, LLM


Ada seorang ustadz yg mengatakan bahwa hadits tentang pembagian Ramadhan menjadi 3 itu dhaif. Padahal hadits itu sangat populer disampaikan di bulan Ramadhan. Kalau tdk salah bunyinya seperti ini:
Ramadhan itu awalnya adl rahmat, tengahnya adl maghfirah (ampunan) & akhirnya adl pembebasan dari api neraka.

Benarkah klaim ustadz tersebut? Dan kalau benar, apa status hadits itu? Demikian terima kasih byk ustadz
Jawaban
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Hadits yg anda tanyakan kedudukannya itu memang sangat populer di tengah masyarakat, khususnya selama bulan Ramadhan. Dengan hadits itu, para penceramah byk mengajak orang-orang agar memanfaatkan bulan Ramadhan utk khusyu’ beribadah, agar mendapatkan 3 hal tersebut. Yaitu rahmah dari Allah, ampunan-Nya serta pembebasan dari neraka.
Namun menarik sekali apa yg disampaikan oleh ustadz yg antum ceritakan bahwa ternyata menurut beliau hadits itu bermasalah dari sanad & kekuatannya jalur periwayatannya. Betulkah?
Kami berupaya membolak balik beberapa literatur serta tulisan dari para ulama ahli hadits terkait dgn haditsi ini. Kami menemukan uraian yg menarik dari seorang ustadz ahli hadits di Indonesia, yaitu Al-Ustadz Prof. Ali Mustafa Ya’qub, MA.
Menurut beliau, hadits itu memang bermasalah dari segi periwayatannya. Sebenarnya hadits ini diriwayatkan tdk hanya lewat satu jalur saja, namun ada 2 jalur. Sayangnya, menurut beliau, kedua jalur itu tetap saja bermasalah.
Salah satu jalur periwayatan haditsi ini versinya demikian:

أَوَّلُ شَهْرِ رَمَضَان رَحْمَة وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَة وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّار

Bulan Ramadhan, awalnya rahmah, tengah-tengahnya maghfirah & akhirnya adalah pembebasan dari neraka.

Hadits ini diriwayatkan oleh Al-’Uqaili dalam 
kitab khusus tentang hadits dha’if yg berjudul Adh-Dhu’afa’. Juga diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadi dalam kitabnya Tarikh Baghdad. Serta diriwayatkan juga oleh Ibnu Adiy, Ad-Dailami, & Ibnu Asakir.
Mereka Yang Mendhaifkan di antara para muhadditsin (ahli hadits) yg mempermasalahkan riwayat ini antara lain:
  1. Imam As-Suyuthi Beliau mengatakan bahwa hadits ini dhaif (lemah periwayatannya).
  2. Syeikh Al-Albani 
  3. Beliau mengatakan bahwa riwayat ini statusnya munkar. Jadi sebenarnya antara keduanya tdk terjadi pertentangan. Hadits munkar sebenarnya termasuk ke dalam jajaran hadits dhaif juga. Sebagai hadits munkar, dia menempati urutan ketiga setelah hadits matruk (semi palsu) & maudhu’ (palsu).

    Sementara sanadnya adalah:

    1. Sallam bin Sawwar 2. dari Maslamah bin Shalt 3. dari Az-Zuhri 4. dari Abu Salamah 5. dari Abu Hurairah 6. dari nabi SAW. Dari rangkaian para perawi di atas, perawi yg pertama & kedua bermasalah. Yaitu Sallam bin Sawwar & Maslamah bin Shalt.
    Sallam bin Sawwar disebut oleh Ibnu Ady, seorang kritikus hadits, sbg munkarul hadits. Sedangkan oleh Imam Ibnu Hibban, dikatakan bahwa haditsnya tdk bisa dijadikan hujjah (pegangan), kecuali bila ada rawi lain yg meriwayatkan haditsnya. Perkataan Ibnu Hibban ini bisa kita periksa dalam kitab Al-Majruhin.

    Sedangkan Maslamah bin Shalt adalah seorang yg matruk, sebagaimana komentar Abu Hatim. Secara etimologis, matruk berarti ditinggalkan. Sedangkan menurut terminologi hadits, hadits matruk adl hadits yangdalam sanadnya ada rawi yg pendusta. Dan hadits matruk adl ‘adik’ dari hadits maudhu’ (palsu).

    Bedanya, kalau hadits maudhu’ itu perawinya adl seorang pendusta, sedangkan hadits matruk itu perawinya sehari-hari sering berdusta. Kira-kira hadits matruk itu boleh dibilang semi maudhu’.
Kesimpulannnya, hadits ini punya 2 gelar. Pertama, gelarnya adl hadits munkar karena adanya Sallam bin Sawwar. Gelar kedua adl hadits matruk karena adanya Maslamah bin Shalat.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.





1). Lafaz niat puasa fardhu Ramadhan :

نويت صوم غد عن أداء فرض شهررمضان هذه السنة لله تعالى .

Artinya :
niat aku puasa esok hari menunaikan fardhu Ramadhan tahun ini kerana Allah Ta'ala.

2). Lafaz niat puasa Qhada’Ramadhan :


نويت صوم غد عن قضاء فرض رمضان لله تعالى .

Artinya :
niat aku puasa esok hari kerana ganti fardhu Ramadhan kerana Allah Ta'ala.

Doa Ketika Berbuka Puasa:


اللهم لك صمت وبك آمنت وعلى رزقك أفطرت برحمتك ياأرحم الراحمين.

Artinya :
Ya Tuhanku keranamu jua aku berpuasa dan denganmu aku beriman dan di atas rezekimu aku berbuka dengan belas kasihanmu Ya Allah yang amat mengasihani.

Qhada’ Puasa Ramadhan
Ialah:
menggantikan puasa yang terbatal pada baulan Ramadhan diatas sebab-sebab yang diharuskan berbuka oleh syara’
Hukum Qada’ Puasa Ramadhan
 
Wajib menggantikan puasa Ramadhan bagi yang membatalkan puasa Ramadhannya kerena keuzuran ataupun tanpa sebarang keuzuran. Firman Allah Ta’ala:

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَخَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

ayy aa man ma'duud aa tinfaman k aa na minkum marii dh an aw 'al aa safarin fa'iddatun min ayy aa min ukhara wa'al aa al la dz iina yu th iiquunahu fidyatun th a' aa mu miskiinin faman ta th awwa'a khayran fahuwa khayrun lahu wa-an ta sh uumuu khayrun lakum in kuntum ta'lamuun a



Maksudnya :
“(Puasa yang diwajibkan itu ialah) beberapa hari yang tertentu maka siapa diantara kamu yang sakit atau dalam musafir (bolehlah ia berbuka) kemudian wajiblah ia berpuasa sebanyak (hari yang dibuka) itu pada hari-hari yang lain dan wajib ke atas orang-orang yang tidak berdaya berpuasa (kerana tuanya dan sebagainya) membayar fidyah yaitu memberi makan orang miskin (secupak bagi tiap-tiap satu hari yang tidak dikerjakan puasa) maka siapa yang dengan sukarela memberikan (bayaran fidyah) lebih dari yang di tentukan itu maka itu adalah suatu kebaikan baginya dan (walaupun demikian) berpuasa itu lebihbaik bagi kamu (daripada memberi fidyah) kalau kamu mengetahui ”. (Surah Al-Baqarah Ayat 184).

PERTANYAAN :
Niat puasa....S
esuai ta,rifnya QOSHDU SYAIN MUQTARONAN BIFI'LIH
niat suatu perkara dengan di barengi mengerjaka n nya...
Niat sholat,wud
hu,adus dll tpi bagaimana dengan Niat puasa ?

Kenapa niat nya harus tengah malam,pada
hal puasa nya baru stlah keluar pajar ?

JAWABAN :


niat puasa wajib adalah harus malam hari, dan ketentuan ini adalah pengecuali
an dari ta'rif niat yg anda sampekan tersebut.
bahkan kalau seseorang ketika melakukan niat puasa wajib kok bareng dengan fajar, maka menurt qoul yg Ashoh puasanya tidak sah...
lihat Asybah wa an-Nadzoir
juz 1 hlm 60.

>> Najwa Asnawi 


قال: [ ولا يجزئه صيام فرض حتى ينويه أي وقت كان من الليل ] وجملته أنه لا يصح صوم إلا بنية إجماعا فرضا كان أو تطوعا, لأنه عبادة محضة فافتقر إلى النية كالصلاة, ثم إن كان فرضا كصيام رمضان في أدائه أو قضائه والنذر والكفارة اشترط أن ينويه من اللي ل عند إمامنا ومالك, والشافعي وقال أبو حنيفة: يجزئ صيام رمضان وكل صوم متعين بنية من النهار لأن النبي -صلى الله عليه وسلم- أرسل غداة عاشوراء إلى قرى الأنصار التي حول المدينة: (من كان أصبح صائما فليتم صومه ومن كان أصبح مفطرا فليصم بقية يومه, ومن لم يكن أكل فليصم) متفق عليه وكان صوما واجبا متعينا ولأنه غير ثابت في الذمة فهو كالتطوع
المغنيموفق الدين أبو محمد عبد الله بن قدامة المقدسي الحنبلي

  Lihat bab niat puasa


>> Sunde Pati 


أسنى المطالب في شرح روض الطالب - (ج 1 / ص 28)وَإِنَّمَا لم يُوجِبُوا الْمُقَارَنَةَ في الصَّوْمِ لِعُسْرِ مُرَاقَبَةِ الْفَجْرِ وَتَطْبِيقِ النِّيَّةِ عليه

Dan sesung
guhnya tidak wajib muqoronah / mbarengno niat pada puasa karena sulitnya meniti/ mengantisipasi/nginjen2 fajar dan menyesuaikannya
asnal matholib juz 1 hal 28

tuhfatul muhtaj

تحفة المحتاج في شرح المنهاج - (ج 2 / ص 341)
( قَوْلُهُ : مُقْتَرِنًا بِفِعْلِهِ ) أَيْ فِعْلِ ذَلِكَ الشَّيْءِ فَيَجِبُ اقْتِرَانُهَا بِفِعْلِ الشَّيْءِ الْمَنْوِيِّ إلَّا فِي الصَّوْمِ فَلَا يَجِبُ فِيهِ الِاقْتِرَانُ بَلْ لَوْ فَرَضَ وَأَوْقَعَ النِّيَّةَ فِيهِ مُقَارِنَةً لِلْفَجْرِ لَمْ يَصِحَّ لِوُجُوبِ التَّبْيِيتِ فِي الْفَرْضِ فَهُوَ مُسْتَثْنًى مِنْ وُجُوبِ الِاقْتِرَانِ أَوْ أَنَّ الشَّارِعَ أَقَامَ فِيهِ الْعَزْمَ مَقَامَ النِّيَّةِ لِعُسْرِ مُرَاقَبَةِ الْفَجْرِ ، وَهُوَ الصَّحِيحُ شَيْخُنَا عِبَارَةُ سم .قَوْلُهُ مُقْتَرِنًا بِفِعْلِهِ اعْتِبَارُ الِاقْتِرَانِ فِي مَفْهُومِ النِّيَّةِ يَشْكُلُ بِتَحَقُّقِهَا بِدُونِهِ فِي الصَّوْمِ وَلَا مَعْنَى لِلِاسْتِثْنَاءِ فِي أَجْزَاءِ الْمَفْهُومِ
hasyiyah qolyubi

حاشية قليوبي - (ج 2 / ص 66)

( لما تعذر اقترانها ) لعل المراد لما تعذر صحة الصوم مع اقترانها لأنه جزء من النهار , ولو كان مراده مشقة الاقتران لقال لعسر مراقبة الفجر كما قاله غيره

Wallaahu A'laamu Bis Showaab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar