Niat Puasa
Pertanyaan:Assalamu’alaikum
Ustadz, niat puasa Ramadhan yang benar bagaimana? Apakah cukup satu kali untuk 1 bulan penuh atau tiap malam kita selalu niat.
Terima kasih atas jawabannya
Dari: Adi
Jawaban:
Wa’alaikumussalam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah Pertanyaan:
Assalamu’alaikum
Ustadz, niat puasa Ramadhan yang benar bagaimana? Apakah cukup satu kali untuk 1 bulan penuh atau tiap malam kita selalu niat.
Terima kasih atas jawabannya
Dari: Adi
Jawaban:
Wa’alaikumussalam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah
KonsultasiSyariah.com beberapa kali mendapatkan pertanyaan tentang tata cara niat puasa Ramadhan, ada juga yang menanyakan lafadz niat puasa Ramadhan. Semoga keterangan berikut bisa memenuhi apa yang diharapkan.
Pertama, dari mana asal melafalkan niat?
Keterangan yang kami pahami, munculnya anjuran melafalkan niat ketika beribadah, berawal dari kesalah-pahaman terhadap pernyataan Imam As-Syafi’i terkait tata cara shalat. Imam As-Syafi’i pernah menjelaskan:
الصَّلَاةِ لَا تَصِحُّ إلَّا بِالنُّطْقِ
An nuthq artinya berbicara atau mengucapkan.
Sebagian Syafi’iyah memaknai an nuthq di sini dengan melafalkan niat. Padahal ini adalah salah paham terhadap maksud beliau rahimahullah.
Dijelaskan oleh An Nawawi bahwa yang dimaksud dengan an nuthq di sini bukanlah mengeraskan bacaan niat. Namun maksudnya adalah mengucapkan takbiratul ihram. An-Nawawi mengatakan,
قَالَ أَصْحَابُنَا غَلِطَ هَذَا الْقَائِلُ وَلَيْسَ
مُرَادُ الشَّافِعِيِّ بِالنُّطْقِ فِي الصَّلَاةِ هَذَا بَلْ مُرَادُهُ
التَّكْبِيرُ
“Ulama kami (syafi’iyah) mengatakan, ‘Orang yang memaknai demikian adalah keliru. Yang dimaksud As Syafi’i dengan an nuthq ketika shalat bukanlah melafalkan niat namun maksud beliau adalah takbiratul ihram’.” (Al Majmu’, 3:277).
Kesalahpahaman ini juga dibantah oleh Abul Hasan Al Mawardi As Syafi’i, beliau mengatakan,
فَتَأَوَّلَ ذَلِكَ – الزُّبَيْرِيُّ – عَلَى وُجُوبِ
النُّطْقِ فِي النِّيَّةِ ، وَهَذَا فَاسِدٌ
، وَإِنَّمَا أَرَادَ وُجُوبَ
النُّطْق بِالتَّكْبِيرِ
“Az Zubairi telah salah dalam menakwil ucapan Imam Syafi’i dengan wajibnya mengucapkan niat ketika shalat. Ini adalah takwil yang salah, yang dimaksudkan wajibnya mengucapkan adalah ketika ketika takbiratul ihram.” (Al-Hawi Al-Kabir, 2:204).
Karena kesalah-pahaman ini, banyak kiyai yang mengkalim bermadzhab syafiiyah di tempat kita yang mengajarkan lafal niat ketika shalat. Selanjutnya masyarakat memahami bahwa itu juga berlaku untuk semua amal ibadah.
Sehingga muncullah lafal niat wudhu, niat tayamum, niat mandi besar, niat puasa, niat zakat, niat sedekah, dst. Sayangnya, pak kiyai tidak mengajarkan lafal niat untuk semua bentuk ibadah.
Di saat itulah, banyak masyarakat yang kebingungan, bagaimana cara niat ibadah yang belum dia hafal lafalnya?
Itu artinya, anjuran melafalkan niat yang diajarkan sebagian dai, telah menjadi sebab timbulnya keraguan bagi masyarakat dalam kehidupan beragamanya. Padahal ragam ibadah dalam Islam sangat banyak. Tentu saja, masyarakat akan kerepotan jika harus menghafal semua lafal niat tersebut. Padahal bukankah Islam adalah agama yang sangat mudah? Jika demikian, berarti itu bukan bagian dari syariat Islam.
Beberapa waktu yang lalu, KonsultasiSyariah.com mendapat pertanyaan yang cukup aneh, bagaimana lafal niat sahur yang benar? Meskipun pertanyaan ini bukan main-main, namun kami sempat terheran ketika ada orang yang sampai kebingungan dengan niat sahur.
Bukankah ketika orang itu makan menjelang subuh, dalam rangka berpuasa di siang harinya, bisa dipastikan dia sudah berniat sahur?
Lagi-lagi, menetapkan amal yang tidak disyariatkan, pasti akan memberikan dampak yang lebih buruk dari pada manfaat yang didapatkan.
Kedua, sesungguhnya niat adalah amal hati
Siapapun ulama sepakat dengan hal ini. Niat adalah amal hati, dan bukan amal lisan.
Imam An-Nawawi mengatakan:
النية في جميع العبادات معتبرة بالقلب ولا يكفي فيها نطق اللسان
مع غفلة القلب ولا يشترط
“Niat dalam semua ibadah yang dinilai adalah hati, dan tidak cukup dengan ucapan lisan sementara hatinya tidak sadar. Dan tidak disyaratkan dilafalkan,…” (Raudhah at-Thalibin, 1:84)
Dalam buku yang sama, beliau juga menegaskan:
لا يصح الصوم إلا بالنية ومحلها القلب ولا يشترط النطق بلا خلاف
“Tidak sah puasa kecuali dengan niat, dan tempatnya adalah hati. Dan tidak disyaratkan harus diucapkan, tanpa ada perselisihan ulama…” (Raudhah at-Thalibin, 1:268)
Dalam I’anatut Thalibin –salah satu buku rujukan bagi syafiiyah di Indonesia–, Imam Abu Bakr ad-Dimyathi As-Syafii juga menegaskan:
أن النية في القلب لا باللفظ، فتكلف اللفظ أمر لا يحتاج إليه
“Sesungguhnya niat itu di hati bukan dengan diucapkan. Memaksakan diri dengan mengucapkan niat, termasuk perbuatan yang tidak butuh dilakukan.” (I’anatut Thalibin, 1:65).
Tentu saja keterangan para ulama dalam hal ini sangat banyak. Semoga 3 keterangan dari ulama syafiiyah di atas, bisa mewakili. Mengingat niat tempatnya di hati, maka memindahkan niat ini di lisan berarti memindahkan amal ibadah bukan pada tempatnya. Dan tentu saja, ini bukan cara yang benar dalam beribadah.
Ketiga, inti niat.
Mengingat niat adalah amal hati, maka inti niat adalah keinginan. Ketika Anda menginginkan untuk melakukan seuatu maka Anda sudah dianggap berniat. Baik amal ibadah maupun selain ibadah. Ketika Anda ingin makan, kemudian Anda mengambil makanan sampai Anda memakannya, maka Anda sudah dianggap niat makan. Demikian halnya ketika Anda hendak shalat dzuhur, Anda mengambil wudhu kemudian berangkat ke masjid di siang hari yang panas, sampai Anda melaksanakan shalat, tentu Anda sudah dianggap berniat.
Artinya modal utama niat adalah kesadaran. Ketika Anda sadar dengan apa yang akan Anda kerjakan, kemudian Anda berkeinginan untuk mengamalkannya maka Anda sudah dianggap berniat. Ketika Anda sadar bahwa besok Ramadhan, kemudian Anda bertekad besok akan puasa maka Anda sudah dianggap berniat. Apalagi jika malam harinya Anda taraweh dan makan sahur. Tentu ibadah semacam ini tidak mungkin Anda lakukan, kecuali karena Anda sadar bahwa esok pagi Anda akan berpuasa Ramadhan. Itulah niat.
Syaikhul Islam pernah ditanya seperti berikut:
Bagaimana penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentang niat puasa Ramadhan; apakah kita harus berniat setiap hari atau tidak?
Jawaban beliau:
كُلُّ مَنْ عَلِمَ أَنَّ غَدًا مِنْ رَمَضَانَ وَهُوَ
يُرِيدُ صَوْمَهُ فَقَدْ نَوَى صَوْمَهُ سَوَاءٌ تَلَفَّظَ بِالنِّيَّةِ
أَوْ لَمْ يَتَلَفَّظْ . وَهَذَا فِعْلُ عَامَّةِ الْمُسْلِمِينَ كُلُّهُمْ
يَنْوِي الصِّيَامَ
“Setiap orang yang tahu bahwa esok hari adalah Ramadhan dan dia ingin berpuasa, maka secara otomatis dia telah berniat berpuasa. Baik dia lafalkan niatnya maupun tidak ia ucapkan. Ini adalah perbuatan kaum muslimin secara umum; setiap muslim berniat untuk berpuasa.” (Majmu’ Fatawa, 6:79)
Keempat, niat puasa Ramadhan
Untuk puasa wajib, seorang muslim wajib berniat sebelum masuk waktu subuh. Hal ini berdasarkan hadis dari Hafshah radhiallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من لم يُبَيِّتِ الصيامَ من الليل فلا صيامَ له
“Barangsiapa yang belum berniat puasa di malam hari (sebelum subuh) maka puasanya batal.” (HR. An Nasa’i dan dishahihkan Al Albani)
Dalam riwayat yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ
“Barangsiapa yang belum berniat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Abu Daud, Ibnu khuzaimah, baihaqi)
Ketentuan ini berbeda dengan puasa sunah. Berdasarkan riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui Aisyah di siang hari di luar Ramadhan, kemudian beliau bertyanya:
هَلْ عِنْدَكُمْ غَدَاءٌ؟ وَإِلَّا , فَإِنِّي صَائِمٌ
“Apa kamu punya makanan untuk sarapan? Jika tidak, saya tak puasa.” (HR. Nasai, Ad-daruquthni, Ibnu Khuzaimah)
Kelima, apakah boleh berniat puasa langsung
sebulan penuh, ataukah harus tiap malam mengulang niat?
Pada prinsipnya, ketika Anda sadar bahwan besok pagi mau puasa, maka Anda sudah dianggap berniat. Apalagi jika Anda makan sahur. Bisa dipastikan Anda sudah niat.
Namun bolehkah seseorang melakukan niat di awal Ramadhan untuk berpuasa penuh satu bulan? Sehingga Andaipun dia lupa atau ada faktor lainnya, sehingga tidak sempat berkeinginan puasa, Anda tetap sah puasanya.
Dalam hal ini ulama berbeda pendapat. Insya Allah pendapat yang kuat adalah boleh. Keterangan selengkapnya bisa Anda baca di:
http://www.konsultasisyariah.com/niat-puasa/
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)
ULASAN ULAMA NAHDATUL ULAMA
1). Lafaz niat puasa fardhu Ramadhan :
Artinya : niat aku puasa esok hari menunaikan fardhu Ramadhan tahun ini kerana Allah Ta'ala.
2). Lafaz niat puasa Qhada’Ramadhan :
Artinya : niat aku puasa esok hari kerana ganti fardhu Ramadhan kerana Allah Ta'ala.
Doa Ketika Berbuka Puasa:
Artinya : Ya Tuhanku keranamu jua aku berpuasa dan denganmu aku beriman dan di atas rezekimu aku berbuka dengan belas kasihanmu Ya Allah yang amat mengasihani.
Qhada’ Puasa Ramadhan
Ialah: menggantikan puasa yang terbatal pada baulan Ramadhan diatas sebab-sebab yang diharuskan berbuka oleh syara’
Hukum Qada’ Puasa Ramadhan
نويت صوم غد عن أداء فرض شهررمضان هذه السنة لله تعالى .
Artinya : niat aku puasa esok hari menunaikan fardhu Ramadhan tahun ini kerana Allah Ta'ala.
2). Lafaz niat puasa Qhada’Ramadhan :
نويت صوم غد عن قضاء فرض رمضان لله تعالى .
Artinya : niat aku puasa esok hari kerana ganti fardhu Ramadhan kerana Allah Ta'ala.
Doa Ketika Berbuka Puasa:
اللهم لك صمت وبك آمنت وعلى رزقك أفطرت برحمتك ياأرحم الراحمين.
Artinya : Ya Tuhanku keranamu jua aku berpuasa dan denganmu aku beriman dan di atas rezekimu aku berbuka dengan belas kasihanmu Ya Allah yang amat mengasihani.
Qhada’ Puasa Ramadhan
Ialah: menggantikan puasa yang terbatal pada baulan Ramadhan diatas sebab-sebab yang diharuskan berbuka oleh syara’
Hukum Qada’ Puasa Ramadhan
Wajib menggantikan puasa Ramadhan bagi yang membatalkan puasa Ramadhannya kerena keuzuran ataupun tanpa sebarang keuzuran. Firman Allah Ta’ala:
ayy aa man ma'duud aa tinfaman k aa na minkum marii dh an aw 'al aa safarin fa'iddatun min ayy aa min ukhara wa'al aa al la dz iina yu th iiquunahu fidyatun th a' aa mu miskiinin faman ta th awwa'a khayran fahuwa khayrun lahu wa-an ta sh uumuu khayrun lakum in kuntum ta'lamuun a
Maksudnya : “(Puasa yang diwajibkan itu ialah) beberapa hari yang tertentu maka siapa diantara kamu yang sakit atau dalam musafir (bolehlah ia berbuka) kemudian wajiblah ia berpuasa sebanyak (hari yang dibuka) itu pada hari-hari yang lain dan wajib ke atas orang-orang yang tidak berdaya berpuasa (kerana tuanya dan sebagainya) membayar fidyah yaitu memberi makan orang miskin (secupak bagi tiap-tiap satu hari yang tidak dikerjakan puasa) maka siapa yang dengan sukarela memberikan (bayaran fidyah) lebih dari yang di tentukan itu maka itu adalah suatu kebaikan baginya dan (walaupun demikian) berpuasa itu lebihbaik bagi kamu (daripada memberi fidyah) kalau kamu mengetahui ”. (Surah Al-Baqarah Ayat 184).
PERTANYAAN
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ
فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ
طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَخَيْرٌ لَهُ وَأَنْ
تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
ayy aa man ma'duud aa tinfaman k aa na minkum marii dh an aw 'al aa safarin fa'iddatun min ayy aa min ukhara wa'al aa al la dz iina yu th iiquunahu fidyatun th a' aa mu miskiinin faman ta th awwa'a khayran fahuwa khayrun lahu wa-an ta sh uumuu khayrun lakum in kuntum ta'lamuun a
Maksudnya : “(Puasa yang diwajibkan itu ialah) beberapa hari yang tertentu maka siapa diantara kamu yang sakit atau dalam musafir (bolehlah ia berbuka) kemudian wajiblah ia berpuasa sebanyak (hari yang dibuka) itu pada hari-hari yang lain dan wajib ke atas orang-orang yang tidak berdaya berpuasa (kerana tuanya dan sebagainya) membayar fidyah yaitu memberi makan orang miskin (secupak bagi tiap-tiap satu hari yang tidak dikerjakan puasa) maka siapa yang dengan sukarela memberikan (bayaran fidyah) lebih dari yang di tentukan itu maka itu adalah suatu kebaikan baginya dan (walaupun demikian) berpuasa itu lebihbaik bagi kamu (daripada memberi fidyah) kalau kamu mengetahui ”. (Surah Al-Baqarah Ayat 184).
Niat puasa....Sesuai ta,rifnya QOSHDU SYAIN MUQTARONAN BIFI'LIH
niat suatu perkara dengan di barengi mengerjaka
n nya...
Niat sholat,wud hu,adus dll tpi bagaimana dengan Niat puasa ?
Kenapa niat nya harus tengah malam,pada hal puasa nya baru stlah keluar pajar ?
JAWABAN :
niat puasa wajib adalah harus malam hari, dan ketentuan ini adalah pengecuali an dari ta'rif niat yg anda sampekan tersebut.
bahkan kalau seseorang ketika melakukan niat puasa wajib kok bareng dengan fajar, maka menurt qoul yg Ashoh puasanya tidak sah...
lihat Asybah wa an-Nadzoir juz 1 hlm 60.
>> Najwa Asnawi
Lihat bab niat puasa
>> Sunde Pati
Dan sesung guhnya tidak wajib muqoronah / mbarengno niat pada puasa karena sulitnya meniti/ mengantisipasi/ nginjen2 fajar dan menyesuaik annya
asnal matholib juz 1 hal 28
tuhfatul muhtaj
hasyiyah qolyubi
Wallaahu A'laamu Bis Showaab
Niat sholat,wud
Kenapa niat nya harus tengah malam,pada
JAWABAN :
niat puasa wajib adalah harus malam hari, dan ketentuan ini adalah pengecuali
bahkan kalau seseorang ketika melakukan niat puasa wajib kok bareng dengan fajar, maka menurt qoul yg Ashoh puasanya tidak sah...
lihat Asybah wa an-Nadzoir
>> Najwa Asnawi
قال: [ ولا يجزئه صيام فرض حتى ينويه أي وقت كان من الليل ] وجملته أنه
لا يصح صوم إلا بنية إجماعا فرضا كان أو تطوعا, لأنه عبادة محضة فافتقر إلى
النية كالصلاة, ثم إن كان فرضا كصيام رمضان في أدائه أو قضائه والنذر
والكفارة اشترط أن ينويه من اللي
ل عند إمامنا ومالك, والشافعي وقال أبو حنيفة: يجزئ صيام رمضان وكل صوم
متعين بنية من النهار لأن النبي -صلى الله عليه وسلم- أرسل غداة عاشوراء
إلى قرى الأنصار التي حول المدينة: (من كان أصبح صائما فليتم صومه ومن كان
أصبح مفطرا فليصم بقية يومه, ومن لم يكن أكل فليصم) متفق عليه وكان صوما
واجبا متعينا ولأنه غير ثابت في الذمة فهو كالتطوع
المغنيموفق الدين أبو محمد عبد الله بن قدامة المقدسي الحنبلي
المغنيموفق
Lihat bab niat puasa
>> Sunde Pati
أسنى المطالب في شرح روض الطالب - (ج 1 / ص 28)وَإِنَّمَا لم يُوجِبُوا الْمُقَارَ نَةَ في الصَّوْمِ لِعُسْرِ مُرَاقَبَة ِ الْفَجْرِ وَتَطْبِيق ِ النِّيَّةِ عليه
Dan sesung
asnal matholib juz 1 hal 28
tuhfatul muhtaj
تحفة المحتاج في شرح المنهاج - (ج 2 / ص 341)
( قَوْلُهُ : مُقْتَرِنً ا بِفِعْلِهِ ) أَيْ فِعْلِ ذَلِكَ الشَّيْءِ فَيَجِبُ اقْتِرَانُ هَا بِفِعْلِ الشَّيْءِ الْمَنْوِي ِّ إلَّا فِي الصَّوْمِ فَلَا يَجِبُ فِيهِ الِاقْتِرَ انُ بَلْ لَوْ فَرَضَ وَأَوْقَعَ النِّيَّةَ فِيهِ مُقَارِنَة ً لِلْفَجْرِ لَمْ يَصِحَّ لِوُجُوبِ التَّبْيِي تِ فِي الْفَرْضِ فَهُوَ مُسْتَثْنً ى مِنْ وُجُوبِ الِاقْتِرَ انِ أَوْ أَنَّ الشَّارِعَ أَقَامَ فِيهِ الْعَزْمَ مَقَامَ النِّيَّةِ لِعُسْرِ مُرَاقَبَة ِ الْفَجْرِ ، وَهُوَ الصَّحِيحُ شَيْخُنَا عِبَارَةُ سم .قَوْلُهُ مُقْتَرِنً ا بِفِعْلِهِ اعْتِبَارُ الِاقْتِرَ انِ فِي مَفْهُومِ النِّيَّةِ يَشْكُلُ بِتَحَقُّق ِهَا بِدُونِهِ فِي الصَّوْمِ وَلَا مَعْنَى لِلِاسْتِث ْنَاءِ فِي أَجْزَاءِ الْمَفْهُو مِ
( قَوْلُهُ : مُقْتَرِنً
حاشية قليوبي - (ج 2 / ص 66)
( لما تعذر اقترانها ) لعل المراد لما تعذر صحة الصوم مع اقترانها لأنه جزء من النهار , ولو كان مراده مشقة الاقتران لقال لعسر مراقبة الفجر كما قاله غيره
( لما تعذر اقترانها ) لعل المراد لما تعذر صحة الصوم مع اقترانها لأنه جزء من النهار , ولو كان مراده مشقة الاقتران لقال لعسر مراقبة الفجر كما قاله غيره
Wallaahu A'laamu Bis Showaab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar